Hukrim

Kemenag NTB Tuai Kritik di Tengah Kian Maraknya Kasus Pelecehan Seksual di Ponpes

MATARAM – Kasus kekerasan seksual khususnya di lingkungan Pondok Pesantren (Ponpes) di NTB terus bermunculan. Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) sekaligus Kordinator Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB Joko Jumadi mengkritik Kanwil Kemenag NTB.

Joko menilai, Kemenag NTB tak serius mengantensi kasus pelecehan seksual di lingkungan ponpes. Dalam tiga tahun terakhir, tercatat sebanyak 17 kasus pelecehan seksual dengan jumlah korban ratusan orang santriwati.

Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB menagih janji Kanwil Kemenag NTB yang akan membuat Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di seluruh Ponpes di NTB.

Kemenag NTB telah berjanji akan mendorong seluruh Ponpes untuk membuat Satgas PPKS.

“Ya saya menagih janji Kemenag untuk membuat Satgas PPKS. Janjinya masih omong kosong. Dalam tiga tahun terakhir catatan kita ada 17 kasus sejak 2023 sampai awal 2025, ada 17 kasus. Korbannya sudah ratusan orang,” Joko dalam keterangan yang diterima PolitikaNTB pada Selasa (22/4/2025).

Joko mengatakan, belasan kasus kekerasan seksual di Ponpes tersebut ada yang sedang berproses di pengadilan dan sudah ada putusan. Namun ada juga yang masih berproses di kepolisian.
Misalnya di Lombok Tengah, ada satu kasus yang akan mulai disidangkan di pengadilan pada Kamis mendatang. Kemudian ada juga satu kasus di Lombok Tengah yang masih dalam penanganan aparat kepolisian. Pelakunya berstatus daftar pencarian orang (DPO).

Sedangkan satu kasus di Lombok Barat, tiga pelaku di satu ponpes saat ini masuk pelimpahan berkas di kejaksaan. “Masih perbaikan-perbaikan berkas perkara, mudah-mudahan bulan ini sudah tahap II,” jelas Joko.

Ditambah satu kasus yang sedang berjalan di Polresta Mataram, kata Joko, ada empat kasus yang sedang berproses.

Penilaian Joko, baik provinsi maupun daerah, belum terlihat keseriusan mencegah terjadinya kejahatan seksual di tempat pendidikan agama. Ketidakseriusan itu terlihat dari tidak adanya keterlibatan dalam penanganan kasus.

“Saya tanya, ada keterlibatan Kemenag? Tidak ada. Karena Kemenag sendiri tidak ada Satgas. Sehingga kemudian kasus-kasus yang terjadi diusahakan didamaikan. Apa iya bisa? Itu tidak boleh dalam UU TPKS,” paparnya.

Terpisah, Kepala Kanwil Kemenag NTB Zamroni Aziz mengatakan pihaknya terus mendorong masing-masing Ponpes membentuk Satgas PPKS. Melalui Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam (Paksi) Kanwil Kemenag NTB sudah menyampaikan itu ke masing-masing ponpes. Bahkan, kata dia, Kemenag NTB telah membuat surat edaran ke masing-masing ponpes.

“Kita kembalikan ke ponpes. Yang jelas, kami Kemenag tetap monitoring baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk koordinasi melalui forum-forum yang ada. Ada Forum Kerjasama Pondok Pesantren. Itu juga tetap kita berkoordinasi dan tetap juga kita silaturahmi gelar pertemuan-pertemuan. Mudah-mudahan ke depan tidak terjadi hal-hal tidak kita inginkan,” harapnya.

Zamroni mengatakan bahwa banyaknya kasus kekerasan seksual di ponpes merupakan hal yang sangat penting diatensi. Hal itu menjadi catatan pihaknya untuk perbaikane depan. Dia juga mengatakan bahwa keberadaan Satgas PPKS di ponpes cukup penting.

“Saya kira itu (Satgas PPKS) melibatkan semua stakeholder yang ada termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat dan perangkat pemerintah Yanga di wilayah itu supaya merasa memiliki madrasah yang ada ponpes itu,” tandasnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button