NasDem-PKB Bertarung di MK, Sengketa di Dapil 8 Provinsi NTB
Mataram – Perselisihan angka antara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan Partai NasDem di daerah pemilihan (Dapil) NTB VIII Lombok Tengah, berlanjut hingga meja hijau Mahkamah Konstitusi (MK).
Sengketa Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) itu terjadi atas adanya surat keberatan dari Partai NasDem dengan hasil rapat pleno rekapitulasi perolehan suara tingkat Provinsi NTB belum lama ini.
Partai besutan Surya Paloh ini menilai adanya proses yang janggal terjadi pada saat pleno di tingkat Kabupaten Lombok Tengah hingga Provinsi NTB.
“Permohonan kami sudah masuk tanggal 23 Maret 2024 kemarin,” kata Ketua DPD Partai NasDem Lombok Tengah Ahmad Syamsul Hadi kepada PolitikaNTB, Senin (1/4/2024) di kantornya.
Berdasarkan D Hasil Pleno Tingkat Kecamatan Nasdem Raih 20.642, PKB Raih 20.545
Politisi muda yang karib disapa Memed ini menjelaskan berdasarkan data D hasil pleno di tingkat kecamatan Partai NasDem memperoleh 20.642 suara. Sedangkan PKB meraih 20.545 suara.
Hanya saja, di pleno Kabupaten Lombok Tengah angka tersebut sontak berubah atas adanya saran perbaikan (Sarper) dari Bawaslu Lombok Tengah atas laporan PKB soal dugaan kecurangan di Kecamatan Jonggat.
“KPU Lombok Tengah pasca Sarper itu. Awalnya NasDem menang 97 setelah dihitung itu menjadi NasDem kalah 278. Ada juga dokumen yang 288. Terakhir itu 265 di provinsi,” ujar Memed.
Menurut Memed, berdasarkan pendalamannya di pleno provinsi. Sarper yang dilakukan oleh KPU Lombok Tengah dari Bawaslu itu tidak melalui mekanisme yang tepat.
“Jadi saran perbaikan itu dilakukan tidak berdasarkan pada pemeriksaan yang mendetail dari data yang ada. Sehingga, patut diduga data yang didapatkan Bawaslu Lombok Tengah yang diteruskan kepada KPU itu adalah dari partai yang mengajukan keberatan di pleno,” imbuhnya.
Saksi Partai Nasdem di Pleno Kabupaten Lombok Tengah Sudah Isi Form Keberatan
Anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah terpilih ini mengatakan secara teknis Sarper tingkat kabupaten yang dikeluarkan oleh Bawaslu kepada KPU itu tidak bisa menghasilkan berita acara perubahan angka partai politik maupun caleg di tingkat kabupaten.
“Karna Pemilu itu punya tahapan dan jenjang, dan itu secara hukum legal maka harus dilakukan di level yang sama. Yaitu di kecamatan bukan di kabupaten,” tegas Memed.
Atas hal itu kata Memed, saksi Partai NasDem yang hadir dalam pleno Kabupaten Lombok Tengah mengisi form keberatan untuk menggugat ke tahap provinsi.
“Di dalam rapat pleno provinsi juga kami mengajukan pertanyaan apakah berita acara pleno itu bisa menggugurkan D hasil kecamatan sebagai produk hukum yang legal,” kata Memed.
“Oleh KPU dan Bawaslu provinsi pun tidak memberikan jawaban. Kalau KPU dan Bawaslu Lombok Tengah terkesan saling tuding dan itu tidak juga memberikan jawaban,” sambungnya.
Sanding Data Tingkat Provinsi, Nasdem Mengalami Pengurasan Suara
Menurutnya, hal yang sama juga terjadi saat sanding data di tingkat provinsi NTB. Di sana kata dia, Partai NasDem mengalami pengurangan suara sedangkan PKB tak ada perubahan sama sekali.
“Caleg saya misalnya Lalu Jazuli Azhar dari 2500 sekian berubah menjadi 1900. Sementara suara NasDem naik turun itu di sanding pertama di sanding pertama berselisih 1300 sekian dengan PKB kemudian yang kedua berselisih 800 suara,” kata Memed.
Memed menegaskan apapun yang dilakukan untuk sanding data oleh KPU dan jajarannya terkait perselisihan suara di dapil 8 itu tidak akan pernah mencocokkan angka.
Sehingga kala itu Partai NasDem mengajukan keberatan dan tidak menandatangani hasil pleno di provinsi NTB.
“Hal yang tidak dipahami secara baik oleh teman-teman KPU dan Bawaslu Lombok Tengah itu Sarper itu tidak bisa dilakukan di jenjang setingkat lebih atas,” ujarnya.
Di sisi lain, Memed menilai dalam proses yang terjadi di Pemilu 2024 itu terdapat orang tertentu atau dari partai tertentu yang memang sengaja hendak menghabisi NasDem di dapil 8 NTB.
Hal itu karena saat sanding data angka hanya Partai NasDem yang mengalami pengurangan suara.
“Dan ini bisa diperdebatkan secara ilmiah. Tidak perlu sampai mengerahkan massa atau preman. Ini bisa diperdebatkan secara ilmiah,” pungkasnya.(*)