
Matatam – Anggota Komisi I DPRD NTB Bidang Pemerintahan Najamudin Moestafa angkat bicara perihal keberadaan staf khusus (stafsus) era Gubernur-Wakil Gubernur NTB yakni Zulkieflimansyah-Sitti Rohmi Djalillah.
Politisi asal Lombok Timur ini menyebut keberadaan stafsus itu menambah catatan buruk tata kelola birokrasi di era Zul-Rohmi yang ditempatkan di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov NTB.
Menurutnya, sumlah stafsus yang lebih dari 40 s.d. 50 orang itu tidak pernah terjadi di era pemerintahan sebelumnya.
Apalagi mayoritas diisi oleh Tim Sukses (Timses) saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 silam.
“Jangan terjadi lagi di birokrasi kita pola-pola penempatan orang-orang seperti ini. Kerjaan mereka juga kan ndak jelas,” ungkap Najam pada Senin (2/9/2023) di Kantor DPRD NTB.
Apalagi, keberadaan mereka kini sudah menjadi temuan dan sedang ditelisik oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Diakuinya, jumlah anggaran daerah yang dikeluarkan untuk membayar gaji seluruh staf khusus ini sangat besar. Bisa mencapai Rp 2,5 miliar setahun. Sementara hasil kinerja dan kemanfaatan mereka sama sekali tidak jelas dan tidak terukur.
”Hanya di pemerintahan Zul-Rohmi ini ada staf khusus yang seabrek-abrek. Karena itu, kita suarakan agar Penjabat Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi mengevaluasi dan memberhentikan staf khusus tersebut,” tandasnya.
Ia mengingatkan Pj NTB Lalu Gita Ariadi untuk bisa bertindak netral dan profesional. Pj Gubernur menurut Najam, memiliki dua pekerjaan besar, yakni membenahi tata kelola birokrasi yang disebutnya kacau balau dan tata kelola keuangan daerah yang amburadul selama pemerintahan Zul-Rohmi.
“Pejabat Gubernur harus netral dan independen. Dia bukan pejabat yang dipilih oleh rakyat secara langsung melalui proses politik. Penjabat Gubernur merupakan birokrat murni yang hanya sementara mengisi jabatan politik,” kata Najam.
Bukti berikutnya yang disodorkan Najam soal ambudarulnya birokrasi NTB lima tahun terakhir adalah apa yang disebutnya terlalu banyak ”naturalisasi pegawai”.
Pemerintahan Zul-Rohmi kataNajam, telah membuat jajaran birokrasi provinsi NTB benar-benar bekerja dengan tidak nyaman. Sebab, Zul-Rohmi mendatangkan begitu banyak pegawai dari kabupaten/kota.
Bahkan, kata politisi Partai Amanat Nasional ini, banyak di antara para pegawai itu yang hanya staf di kabupaten/kota, namun tiba-tiba malah menjadi pejabat eselon III di Provinsi NTB.
“Birokrasi juga jadi kacau balau dengan banyaknya mutasi yang dilakukan. Catatan kami di Komisi I DPRD NTB, mutasi yang dilakukan sudah 56 kali dalam lima tahun. Itu sama saja, tiap bulan ada mutasi dan pelantikan,” tandasnya.
Najam menegaskan, dirinya tidak anti dengan pindahnya pegawai dari kabupaten/kota ke Pemprov NTB. Namun, apa yang dilakukan pemerintahan Zul-Rohmi dinilainya sudah di luar nalar, lantaran “naturalisasi pegawai” yang sudah terlalu banyak Najam mengabaikan System Merit yang merupakan salah satu prasyarat terwujudnya reformasi birokrasi.