Lombok Tengah – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lombok Tengah membentuk tim khusus (Timsus) penanganan kasus sengketa lahan di wilayah tersebut. Hal itu menyusul banyaknya gejolak agraria belakangan ini terutama di kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika.
Timsus itu beranggotakan dari unsur BPN, Kejaksaan Negeri (Kejari) Praya, Polres Lombok Tengah, Kodim 1620/Lombok Tengah dan Pemda Lombok Tengah.
Kepala BPN BPN Lombok Tengah Subhan mengatakan, timsus sengketa lahan ini telah dibentuk sejak bulan November 2023 dan akan mulai bekerja pada awal 2024 nanti.
“Kami sudah buat MoU dengan kejaksaan, tinggal kami beri SK. Target kami event MotoGP 2024 ini bisa selesai persoalan ini,” katanya kepada awak media saat menggelar coffee morning di kantornya, Jumat (29/12/2023).
Menurut Subhan, Timsus itu nantinya bertugas menelusuri adanya permasalahan sengketa tanah yang kerap timbul di KEK Mandalika antara masyarakat dengan PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).
“Tim ini dibentuk memang sebagai penengah antara masyarakat dan ITDC dan juga untuk menyelesaikan sengketa lahan yang ada di Lombok Tengah,” ujarnya.
Subhan menyebut, ada dua titik lahan yang diklaim sebagai milik PT ITDC belum dilakukan pembayaran. Lahan itu terletak di lahan KEK Mandalika seluas 1.035,67 hektare.
Selain itu, saat ini BPN masih melakukan pendataan titik lokasi lahan KEK Mandalika yang disinyalir belum diselesaikan oleh pemerintah pusat. Hal itu pun menyebabkan menimbulkan gejolak saat event berlangsung di Sirkuit Mandalika.
“Sekarang ini saya akan mencoba merapikan semuanya dengan teman-teman APH,” ungkapnya.
Tim khusus ini, kata Subhan, akan mengumpulkan data lahan dan dipadukan dengan data awal yang dipegang oleh BPN. Baik data pelepasan hak yang telah diterbit oleh pihak desa menjadi Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) milik ITDC.
“Sanding data ini kan dari dulu sudah dilakukan. Tapi sampai sekarang belum bisa selesai. Makanya kita coba rapikan lagi,” tegasnya.
Di sisi lain, Subhan mengatakan pihaknya sangat terbuka melakukan mediasi antara warga dan ITDC. Bahkan, dia juga menyarankan agar ITDC terbuka dengan data lahan yang diterbitkan sesuai data HPL yang dikuasai oleh negara antara tahun 2018-2019.
“Kalau tidak bisa dengan mediasi, silakan ajukan gugatan ke pengadilan biar hakim yang memutuskan jika itu pilihannya. Kalau yakin punya data dan ada buktinya. Karena lebih bagus yang memutuskan itu adalah hakim di pengadilan,” pungkasnya.