AktualBerita

DPRD NTB Bantah Isu Besaran Pokir Penyebab Molornya Penyerahan KUA PPAS

Mataram – DPRD NTB memastikan pembahasan rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) APBD 2014 yang sudah diserahkan oleh eksekutif, difokuskan pada pendapatan daerah yang bersifat jelas dan tidak bodong, seperti halnya pembahasan APBD sebelumnya.

Ketua DPRD NTB Hj. Baiq Isvie Rupaedah menegaskan, dalam pembahasan KUA-PPAS APBD 2024, tidak benar jika ada informasi bahwa alokasi dana Pokir DPRD setempat dinaikkan pada APBD 2024 ini.

Menurut dia, alotnya pembahasan,sejauh ini, justru karena Pemprov melalui TAPD setempat yang terlambat memasukkan KUA/PPAS APBD 2024. Sebab, harusnya antara Juli-Agustus sudah dimasukkan ke DPRD.

Namun TAPD Pemprov baru memasukkan pada Minggu kedua November 2023. Oleh karena itu, hujan interupsi yang dilakukan para anggota DPRD setempat saat sidang paripurna DPRD NTB, lebih pada mengingatkan Pemprov melalui Pj Gubernur dan Pj Sekda untuk fokus dalam penyehatan APBD. Serta, tepat waktu sesuai jadwal yang sudah ditetapkan.

“Kenapa kita bersurat dua kali ke Pemprov NTB. Itu, karena kita komit untuk dan bagaimana APBD kita sehat dan enggak lagi ada pendapatan yang enggak jelas muncul di APBD kali ini,” ujar Isvie pada Senin (20/11/2023).

Politisi Golkar ini menyebutkan bahwa total nilai APBD NTB yang diserahkan sebesar Rp5,78 triliun. Di mana, adanya informasi dana pokir naik di APBD 2024, isvie memastikan spekulasi itu tidak benar.

“Pokir DPRD NTB itu sudah ditetapkan jauh-jauh hari saat pembahasan Musrenbang Provinsi. Itu enggak ujug-ujug atau tiba-tiba. Jadi, enggak benar lah kalau ada sekarang muncul isu itu. Apalagi nilainya sampai Rp 400 miliar. Karena pokir itu juga jika disahkan adalah program OPD dan bukan milik DPRD yang melaksanakan secara teknisnya,” ungkap Isvie.

Senada Isvie. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB, Ruslan Turmudzi memastikan, bahwa pendapatan bodong, seperti di APBD sebelumnya. Di antaranya, dari pengelolaan Gili Trawangan yang mencapai ratusan miliar, dipastikan tidak ada lagi dalam APBD 2024.

Hal ini, lantaran pihaknya tidak mau lagi terjebak dalam nilai pendapatan besar. Namun di lapangan hal tersebut sangat sulit diwujudkan.

“Pokoknya kita enggak mau lagi berkhayal sampai ratusan miliar. Cukup sudah APBD sebelumnya ada pendapatan Gili Trawangan mencapai ratusan miliar, tapi hingga kini kita enggak bisa mencapai target yang sudah ada. Karena uangnya memang enggak ada masuk,” ungkap dia.

Menurut Ruslan, tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) jatah Pemprov atas keuntungan bersih PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) senilai Rp 278 miliar.

Rinciannya, kewajiban DBH pada 2021 sebesar Rp 104 miliar dan Rp 174 miliar untuk 2022, dipastikan dananya sudah di Kementrian Keuangan. Bahkan, sudah ada peraturan kementerian keuangan untuk alokasi jatah Pemprov NTB, Pemkab KSB dan Pemda kabupaten/kota lainnya.

Ini termasuk alokasi tahun 2023 senilai kurang lebih Rp  75 miliar. “Dana DBH AMNT ini tinggal ditransfer saja, makanya kita masukkan dalam APBD NTB 2024, sebagai pendapatan yang wajib kita terima. Tinggal Pemprov melakukan penagihan ke AMNT dengan sudah ada pergub yang sudah dirampungkan untuk menagih dana itu,” jelas Ruslan.

Lebih lanjut ia katakan bahwa untuk pendapatan di Gili Trawangan yang menjadi salah satu destinasi unggulan di NTB, pihaknya dalam APBD 2024, hanya bisa memprediksi memperoleh angka pendapatan hanya sekitar Rp 50miliar.

Sebab, hingga kini masih ada sengketa hukum terkait penguasaan lahan yang dilakukan oleh warga yang mendiami tanah milik Pemprov.

“Maka, kami enggak berani memasukkan asumsi pendapatan yang mencapai ratusan miliar kayak dulu, paling yang bisa prediksi angkanya hanya sekitar Rp 50 miliar dari Gili Trawangan melihat kasus hukum yang masih berjalan hingga kini,” tegas Ruslan.

Ia menambahkan, pendapatan riil dalam APBD 2024 lainnya yakni, PKB dan BBNKB merupakan salah satu dari pajak Pemerintah Provinsi untuk kendaraan bermotor juga difokuskan pada aspek yang riil.

Karena itu, Ruslan optimis bahwa APBD NTB 2024, bisa sehat, lantaran tidak ada lagi dana direktif dari kepala daerah, seperti halnya pada pemerintahan Gubernur Zulkieflimansyah dan Wagub Sitti Rohmi Djalilah atau Zul-Rohmi..

“Kalau soal dana pokir tidak benar itu naik. Ini karena dana pokir kita sudah sepakat bahwa itu menjadi program dan kewenangan OPD Pemprov,” tandas Ruslan Turmudzi.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button