MATARAM, PolitikaNTB – Sebanyak lebih dari 1000 pekerja kontrak dan harian di sejumlah hotel di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) diberhentikan sementara alias dirumahkan.
Kebijakan itu diamhil imbas Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja negara dan daerah. Kebijakan itu semakin berdampak signifikan terhadap sektor pariwisata (perhotelan) di Kota Mataram.
Diketahui, tingkat hunian hotel di Kota Mataram terus menurun sejak awal tahun 2025. 1000-an lebih pekerja yang diberhentikan sementara akibat sepinya aktivitas dan tidak adanya event.
Data tersebuti disampaikan Ketua Asosiasi Hotel Mataram (AHM), I Made Adiyasa Kurniawan. Ia mengungkapkan bahwa saat ini hampir seluruh hotel, baik berbintang maupun non bintang, mulai melakukan pemberhentian sementara karyawan akibat sepinya kegiatan pemerintah yang selama ini menjadi salah satu penopang utama okupansi.
Dengan sepinya hunian hingga event pemerintah pun tidak ada, akibatnya yang sudah terjadi di Kota Mataram ialah karyawan kontrak sudah tidak diperpanjang (lagi). Pekerja harian juga sudah tidak dipanggil lagi.
“Iya semua hotel sudah melakukan itu (memberhentikan para karyawan),” katanya dalam keterangan yang diterima PolitikaNTB pada Jumat (13/6/2025).
BACA JUGA: Wanita Open BO Diduga Terlibat Jaringan Sabu, Ditangkap Bareng Pengedar di Hotel Melati
Adiyasa menuturkan, tenaga kerja yang terdampak umumnya adalah pekerja kontrak dan daily worker, yang biasanya dipekerjakan saat hotel menerima tamu dalam jumlah besar atau saat ada penyelenggaraan event.
“Ini mereka merupakan tenaga-tenaga berpendidikan kualifikasi pariwisata, misalkan housekeeping, food product, food service yang sudah jobless,” tuturnya.
Ia menambahkan, pemberhentian ini tidak bisa dikategorikan sebagai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena sifat hubungan kerja yang kontraktual. Istilahnya diberhentikan sementara.
“Tentu kita sangat berharap ada aktivitas (di hotel), entah itu aktivitas wisata pemerintah, atau wisata dinas. (Intinya) mereka (bisa) difungsikan lagi,” jelasnya.
Dari catatan mereka, tingkat hunian hotel di Kota Mataram sejak awal 2025 terus menunjukkan tren penurunan. Saat ini, per Mei 2025 tingkat okupansi bahkan tidak mencapai 30 persen. Padahal pada Mei tahun lalu, angka hunian masih berada di kisaran 50 sampai 60 persen.
Tingkat okupansi 30 persen ini, semakin menurun dibandingkan pada April 2025 lalu yang tercatat sebesar 45 persen. Bahkan, disebutkan bahwa saat libur panjang dalam dua pekan terakhir pun tidak terjadi peningkatan okupansi.
Ini faktornya (anjloknya okupansi hotel di Mataram) karena tidak ada event (sama sekali). Ini mulai dari awal tahun. Biasanya di triwulan pertama angkanya naik, tapi di awal tahun ada Ramadan.
“Kita awalnya berharap bulan ke empat, lima dan enam bisa naik (okupansinya), tapi bulan ke empat naiknya sedikit,” ujarnya.
BACA JUGA: Pemprov NTB Gunting Anggaran Tak Prioritas Rp 400 Miliar, FGD hingga Perjalanan Dinas
Adiyasa menilai penurunan ini murni disebabkan oleh kebijakan efisiensi yang diatur dalam Inpres No. 1 Tahun 2025.
“Saya bilang efisiensi ini lah sebabnya, karena total langsung tiba-tiba hilang (event-event yang biasanya ramai jadi auto sepi),” katanya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan harapan agar pemerintah daerah dapat mengalokasikan sebagian anggaran untuk kegiatan yang melibatkan sektor akomodasi di Kota Mataram.
Pihaknya berharap, Pemprov NTB, Pemkot Mataram bisa menyisihkan anggaran untuk berkegiatan di sektor akomodasi. Supaya ada sebaran anggaran yang kita terima.
“Kalau seperti sekarang nyaris nggak ada, bahkan (yang harusnya) liburan anak sekolah (ramai tapi malah) ada arahan dilarang mengadakan study tour dan wisuda di hotel. Sudah kemana-mana ini (dampak efisiensi),” tandasnya.
BACA JUGA: Total 227 Pejabat di NTB Bakal Hilang Jabatan Imbas Perampingan OPD
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengizinkan seluruh pemerintah daerah kembali menggelar kegiatan hingga rapat di hotel dan restoran.
Mendagri menjamin pemda bisa menggelar rapat di hotel dan restoran karena sudah berbicara langsung dengan Presiden Prabowo Subianto.
Tito menekankan pemerintah harus memikirkan hotel dan restoran yang hidup dari agenda pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE). Menurutnya, lapangan usaha perhotelan dan restoran memiliki karyawan yang tidak sedikit dan juga rantai pasok makanan serta minuman.
Mantan Kapolri itu menyebutkan kegiatan rapat di hotel dan restoran dapat menghidupkan para produsen yang memasok barang ke hotel dan restoran.