HukrimNasional

Jejak Brigadir Nurhadi di Gili Trawangan, Anggota Propam Polda NTB yang Meninggal ‘Tak Wajar’

MATARAM – Kematian Anggota Propam Polda NTB Brigadir Muhammad Nurhadi menyisakan duka mendalam bagi keluarga. Kematian pria kelahiran 1994 yang beralamat di Bertais Kota Mataram itu juga dinilai janggal dan ‘tak wajar’.

Brigadir Nurhadi dinyatakan ‘berpulang’ di Gili Trawangan pada 16 April yang lalu. Tempat yang amat diminati para pelancong untuk berlibur itu justru menjadi lokasi Brigadir Nurhadi menghembuskan nafas terakhir.

Brigadir Nurhadi Berangkat Bersama Empat Orang, Dua Perempuan

PolitikaNTB berupaya menelusuri kembali jejak Brigadir Nurhadi di Gili Trawangan. Pada Selasa 29 Mei, PolitikaNTB menyeberang menuju Gili Trawangan melalui Pelabuhan Teluk Nare. Teluk Nare adalah salah satu pelabuhan ‘kecil’ yang biasa dilewati untuk bertolak ke Gili Trawangan. Juga Gili Meno dan Gili Air. Tiga gili yang letaknya berdekatan, Gili Tramena.

Teluk Nara, Malaka, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara.

Di sebelah Teluk Nare, terdapat pelabuhan kecil lain. Yakni Pelabuhan Teluk Kodek. Melalui jalur inilah, Brigadir Nurhadi bersama rekannya, Kompol I Made Yogi Porusa Utama, IPDA Haris Chandra dan dua perempuan lain, menyeberang ke Gili Trawangan pada 16 April yang lalu.

“Berlima mereka. Ada dua perempuan menggunakan bahasa ‘lu gue’ yang ikut,” kata seorang warga sopir speedboat di Teluk Nare yang tidak ingin namanya disebut.

Dia mencurigai dua perempuan tersebut orang luar NTB, karena dari bahasanya sangat berbeda. Informasi yang beredar, kedua perempuan tersebut berprofesi sebagai pramugari. Hingga saat ini, jejak dua perempuan ini belum ditemukan.

“Berlima mereka menaiki speedboat bernama Princess dan tiba di Gili Trawangan sekitar 15 menitan,” ujarnya.

Setiba di Gili Trawangan, PolitikaNTB mendatangi Klinik Warna. Klinik Warna merupakan lokasi di mana Brigadir Nurhadi dibawa usai dilaporkan tenggelam di hotel. Jarak Klinik Warna sekitar ±900 meter dari lokasi hotel.

Pihak medis dari Klinik Warna tersebut yang menangani Brigadir Nurhadi saat ditemukan. Saat itu, Brigadir Nurhadi mendapat penanganan medis oleh dokter Lingga Krisna, sebelum dinyatakan meninggal dunia.

Klinik Warna Gili Trawangan

Saat mendatangi Klinik Warna, petugas mengatakan Dokter Lingga tengah berada di Mataram. Dia mencoba menghubungi Dokter Lingga untuk meminta izin nomornya diberikan kepada awak media, namun dokter Lingga tidak berkenan.

“Mohon maaf mas. Dokter Lingga enggak bersedia (diwawancara). Dia minta untuk langsung (wawancara) polisi aja,” kata seorang pegawai di Klinik Warna.

PolitikaNTB berdiskusi cukup lama dengan staf Klinik Warna. Mereka menceritakan situasi malam pada tanggal 16 April. Momen saat Brigadir Nurhadi mendapat penanganan.

Klinik Warna Gili Trawangan

Setelah dari Klinik Warna, PolitikaNTB juga menuju The Beach House hotel. The Beach House ini adalah TKP di mana Brigadir Nurhadi dinyatakan tenggelam.

Di The Beach House Hotel, Brigadir Nurhadi dan Kompol Yogi mereservasi kamar dengan kolam pribadi. Mereka menginap di kamar nomor 207.

Sementara IPDA Haris Chandra dan dua perempuan lain menginap di hotel yang berada di dekat The Beach House. Hal ini dibenarkan oleh General Manager The Beach House, Made Dewa Wija yang kami temui di Trawangan.

“Yang menginap di sini dua orang (Kompol Yogi dan Brigadir Nurhadi). Kemarin ada teman-temannya juga di sebelah (hotel sebelah),” katanya.

Meskipun nginap di sebelah, sesekali mereka berkumpul di kamar The Beach House.

“Mereka ada nginap di sebelah juga,” ujarnya.

Dewa membantah bahwa Brigadir Nurhadi meninggal di lokasi hotelnya. Dia mengatakan sekitar pukul 21.30 Wita setelah mendapat laporan, pihak hotel kemudian memanggil petugas medis dari Klinik Warna.

“Bukan dibawa jadi jenazah dari sini. Waktu itu kurang lebih jam 21.30-an kita diinfokan sama temannya bahwa terjadi kejadian seperti itu. Ada kejadian kita hubungi klinik,” ujarnya.

Dia mengatakan pihak hotel telah melakukan BAP dan menyerahkan bukti-bukti yang mendukung penyelidikan kepolisian. Termasuk CCTV. Pihak hotel enggan memberikan rekaman CCTV kepada media ini.

PolitikaNTB memperoleh sejumlah gambar yang memperlihatkan lokasi kolam renang yang disebut menjadi tempat Brigadir Nurhadi tenggelam. Termasuk juga foto kamar 207 termpat yang bersangkutan menginap.

Kolam renang kamar 207 The Beach House Gili Trawangan.
Situasi kamar 207 di The Beach House Gili Trawangan

Jenazah Korban Ditemukan Banyak Luka, Darah Tak Berhenti Mengalir

Salah seorang pemandi jenazah almarhum, Taufiq Mardanu menceritakan kejanggalan saat jenazah tiba di rumah duka.

Dia mengatakan ada luka memar di alas mata sebelah kanan korban. Luka tersebut mengeluarkan darah terus menerus, bahkan setelah dimandikan.

“Waktu datang kondisi mayatnya dingin. Datang hari Kamis (minggu lalu). Mata sebelah kanan luka pas di bawah alis mata. Kayak memar tapi terus keluar darah. Sampai habis dimandikan keluar darah,” ujarnya.

Selain itu, terdapat lebam di belakang leher jenazah.

“Belakang leher kayak memar,” ujarnya.

Banyak luka di bagian tubuh korban saat jenazah tersebut tiba, padahal jenazah belum diotopsi.

“Pinggang juga memar, sama jari-jari kakinya, punggung kaki luka sobek. Lututnya juga memar,” katanya.

Selain itu darah juga keluar dari hidung korban.

“Keluar darah dari hidungnya,” ujarnya.

Taufiq merupakan teman sekolah almarhum. Dia mengenal almarhum sebagai sosok yang baik. Sebagai ayah yang bertanggungjawab.

Almarhum memiliki dua anak yang masih kecil. Berusia satu bulan dan lima tahun.

“Waktu saya mandiin almarhum, anaknya yang paling besar digendong. Dia bilang ‘mau diapain ayah saya?’ saya jawab mau dimandiin. Dia nanya ‘terus mau diapain’, saya bilang dikubur. Dia nanya lagi kapan ayah bangun, langsung saya sedih dengar itu,” ujarnya.

Dia mengaku sekitar 6 sampai 7 orang yang memandikan jenazah, bertanya-tanya dengan kondisi almarhum.

Ekshumasi untuk Keperluan Autopsi

Makam almarhum Brigadir Nurhadi dibongkar pada Kamis (1/5/2025) pagi hingga siang. Proses ekshumasi (proses penggalian jenazah dari kuburnya yang telah dimakamkan) tersebut ditujukan untuk keperluan autopsi.

TPU Peresak, Dusun Jejelok, Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat.

Kematian Brigadir Nurhadi di sebuah kolam villa di Gili Trawangan dinilai janggal, sehingga membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kondisi jenazah.

Ekshumasi dilakukan setelah sebelumnya keluarga korban menolak dilakukan autopsi. Sehingga jenazah dimakamkan. Kini pihak keluarga berubah sikap dan memilih dilakukan otopsi terhadap jenazah.

Tim forensik kepolisian membongkar makam Brigadir Muhammad Nurhadi di TPU Peresak, Dusun Jejelok, Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat.

Proses ekshumasi berlangsung mulai pukul 08.00 Wita dan selesai sekitar pukul 11.30 Wita untuk mengungkap penyebab kematian janggal almarhum saat berada di Gili Trawangan.

Hanya saja, tim forensik yang didatangkan langsung dari Jakarta melakukan autopsi tanpa pendampingan pengacara atau kuasa hukum korban. Ketidakhadiran pengacara memicu pertanyaan tentang objektivitas pemeriksaan.

Kabid Humas Polda NTB, AKBP Muhammad Kholid, menyatakan tim hanya didampingi keluarga korban. Meski begitu, ia menjamin proses pemeriksaan berjalan profesional dan sesuai etika kedokteran forensik.

“Hanya didampingi keluarga. Namun pemeriksaan ini kami jamin profesional karena berkaitan dengan etik kami,” tegasnya di lokasi pembongkaran makam.

Kepolisian memasang garis polisi di sekitar area makam dan menerjunkan puluhan personel untuk menjaga ketat proses ekshumasi.

Petugas menggunakan masker dan alat pelindung lengkap selama pembongkaran, sementara warga dan kerabat menyaksikan proses tersebut dari balik pagar dalam suasana haru dan penuh tanda tanya.

Keluarga korban, yang sebelumnya menolak autopsi, akhirnya menyetujui langkah tersebut. Kakak Brigadir Nurhadi, Hambali, mengungkapkan keputusan itu diambil setelah musyawarah keluarga.

“Setelah berunding, kami sekeluarga sepakat mengikuti langkah kepolisian untuk melakukan autopsi,” ujarnya.

Hambali menegaskan bahwa keluarga siap menempuh jalur hukum jika hasil autopsi mengungkap kejanggalan dalam kematian sang adik.

“Iya kita siap, kita akan ikuti langkah dari kepolisian,” tambahnya.

Ahli Pidana Minta Polda Terbuka soal Hasil Autopsi

Ahli Pidana dari Universitas Mataram, Syamsul Hidayat menilai autopsi sangat penting dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti kematian korban.

“Memang dalam kasus tertentu khususnya terkait hilang nyawa orang kalau dinilai tidak wajar maka harus dilakukan autopsi,” katanya.

Itu kata dia sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

“Dalam Perkap itu disebutkan dalam kasus tertentu atau tindak pidana tertentu bisa dilakukan autopsi. Jika dari hasil autopsi kematian korban tidak wajar, bisa naik ke penyidikan,” ujarnya.

Itu kata dia merupakan pengungkapan kasus dengan metode Scientific Crime Investigation (SCI) atau metode investigasi kejahatan yang menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Apa meninggal karena kehabisan napas atau karena benda tumpul, dicekik atau apa itu semua dari hasil autopsi nantinya,” katanya.

Makam Brigadir Nurhadi di TPU Peresak, Dusun Jejelok, Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat.

Untuk itu dia berharap Polda NTB lebih terbuka lagi mengabarkan sejauh mana hasil penyelidikan maupun penyidikan kasus tersebut kepada publik, sehingga tidak muncul kecurigaan yang lebih dalam lagi terkait kematian Brigadir Nurhadi.

“Polda NTB harus transparan dan terbuka bagaimana hasil penyelidikan, penyidikan dibuka saja. Hasil autopsi dibuka saja karena bentuk akuntabilitas kepolisian,” kata dia.

Dari analisis kriminologi berdasarkan laporan media, Syamsul menilai kasus tersebut memang banyak kejanggalan. Korban dikabarkan meninggal di sebuah kolam pribadi di sebuah hotel. Itu dinilai sangat janggal mengingat kondisi kolam cukup dangkal dan syarat utama menjadi seorang polisi adalah bisa renang.

“Sisi kriminologi dilihat dari TKP (kolam) privat. Kamar pribadi dengan fasilitas kolam pribadi, kemudian yang meninggal APH (aparat penegak hukum) yang melalui seleksi ketat baru bisa jadi polisi, terutama syarat bisa renang,” ujarnya kepada viva.

“Tetapi ditemukan meninggal tenggelam di kolam yang dangkal. Wajar kalau masyarakat ada tanda tanya, kok bisa polisi jago renang tapi meninggal di kolam renang dangkal,” sambungnya.

Meski demikian, dia berharap publik menanti hasil autopsi untuk mengetahui penyebab pasti kematian korban.

“Tentu kita harus menunggu hasil autopsi ini, agar bisa mengetahui cara kematian dengan saintifik. Ini salah satu teknik dalam proses penyelidikan penyidikan,” ujarnya.

Kasus Dianggap Janggal

Pegiat lembaga bantuan hukum menaruh curiga ada yang tak wajar di balik kematian Almarhum Brigadir Nurhadi, Rabu 16 April 2025 lalu. Beberapa kejanggalan mereka identifikasi membuat kasus ini terkesan tertutup rapat. 

Kecurigaan berdasarkan keterangan awal keluarga korban, terdapat luka lebam di tengkuk leher, di bawah ketiak, termasuk luka lebam di beberapa bagian wajah.   

Kejanggalan lain, sikap tertutup Polda NTB sejak kejadian tersebut, dengan tidak muncul memberikan penjelasan resmi ke publik. Setelah gaduh akibat unggahan sosial media keluarga korban dan terungkap di media massa, akhirnya Polda NTB melakukan autopsi pada jenazah Anggota Bid Propam Polda NTB tersebut. 

Joko mengapresiasi inisiatif Polda NTB melibatkan tim forensik dari Mabes Polri, namun dalam proses penanganan lanjutan, harus tetap melibatkan institusi lebih tinggi. 

“Kasus ini harus diungkap ke publik. Ada sesuatu yang luar biasa di balik kasus ini,”  kata Ketua Badan Konsultasi Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram, Joko Jumadi, Kamis 1 Mei 2025. 

Kecurigaan berikutnya, bahkan ia rasakan langsung. Awalnya pihak keluarga menggebu gebu mengungkap kasus ini di sosial media. Keluarga Nurhadi juga bersedia bertemu dengan Joko Jumadi untuk membahas pola advokasi. 

“Tapi belakangan keluarga korban mundur, kami gagal berdialog,” ujar Joko. Apakah ada intervensi atau tekanan dari pihak tertentu untuk membungkam keluarga korban?

“Kita patut mencurigai itu. Dan ini wajar. Karena sebelumnya keluarga menggebu gebu menuntut keadilan agar kasus ini terbongkar. Tapi belakangan sulit mendapat akses komunikasi langsung,” jelasnya. 

Karena itu, Joko Jumadi mendesak Polda NTB terbuka dalam kasus ini, melibatkan pihak petinggi di Mabes Polri dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Menurutnya, tidak cukup dari kepolisian saja. “Harus ada lembaga di atasnya, dalam hal ini Mabes Polri yang turun tangan,” ujar Joko.  

Dalam proses mendampingi kasus kekerasan, kasus kasus lain yang pelik, Joko menggunakan berbagai hipotesa untuk memecahkan sebuah kasus agar mudah dalam advokasi. Begitu juga dalam kasus Nurhadi.  

Banyak pertanyaan yang belum terjawab, namun justeru akses informasi terbatas sehingga terkesan menjadi semakin liar. 

“Sehingga saya pikir, seharusnya pemeriksaan perkara ini tidak saja oleh Polda NTB, tapi libatkan Mabes Polri dan pengawas Eksternal. Karena ada kejanggalan kejanggalan dari prosesnya,” sorot Joko.

Polda NTB Jamin Profesional

Terlepas dari serangkaian kecurigaan itu, Joko mengajak masyarakat memantau langsung jalannya pemeriksaan kasus ini. Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram tersebut, mendorong masyarakat menemukan serpihan fakta baru untuk membantu kepolisian. 

Menanggapi keresahan kelompok masyarakat sipil tersebut, Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Muhammad Kholid mengatakan, pihaknya sudah terbuka dan profesional dalam penanganan kejadian ini. Termasuk melalui proses autopsi untuk menjelaskan secara benderang kasus ini. 

Ia menjamin proses pemeriksaan berjalan profesional dan sesuai etika kedokteran forensik.

“Pemeriksaan ini kami jamin profesional karena berkaitan dengan etik kami,” tegasnya di lokasi pembongkaran makam.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button