Pleno Kecamatan Dihentikan, Nasdem Lombok Tengah Sebut Munculkan Isu Kecurangan
Lombok Tengah – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai NasDem Lombok Tengah Ahmad Samsul Hadi, menyayangkan sikap KPU RI yang menghentikan sementara rapat pleno terbuka rekapitulasi suara pada Pemilu 2024 di tingkat kecamatan.
Ahmad mengatakan, seharusnya KPU RI bisa mengantisipasi ini sejak awal, bukan pada saat pleno di tingkat kecamatan sudah berjalan dua hari.
Hal ini tentu akan menimbulkan banyak sekali pertanyaan dari masyarakat.
“Kan bisa saja sebenarnya KPU memerintah bawahannya agar pleno tetap bisa dilakukan dengan menggunakan C hasil dan plano karena semua partai rata-rata memegang C hasil oleh saksi,” katanya kepada PolitikaNTB, Minggu (18/2/2024) via telpon.
Bisa Munculkan Beragam Spekulasi Dari Masyarakat
Di sisi lain, hal yang ia sayangkan adalah para pengurus partai politik sampai saat ini belum mendapatkan keterangan pasti soal penghentian pleno kecamatan ini.
“Kenapa skor itu harus sebagai satu langkah yang diambil oleh KPU RI. Tentu KPU di daerah kan melaksanakan perintah dari pusat sebagai atasannya,” ujarnya.
Menurutnya, adanya hal ini menimbulkan spekulasi dari masyarakat tentang adanya dugaan kecurangan pemilu.
Terlebih saat ini sebagian pendukung para calon sudah stand by di lokasi rapat pleno kecamatan.
“Spekulasi seperti itu pasti ada, karena pergeseran suara dan kehilangan suara itu juga memang terjadi. Kami di NasDem itu oleh DPP sudah mengeluarkan seruan resmi untuk melakukan pengawalan ketat baik itu di legislatif kabupaten, provinsi dan RI bahkan juga sampai Presiden,” imbuhnya.
Pria yang akrab disapa Memed ini menyarankan bahwa seharusnya KPU RI memberikan regulasi khusus untuk merubah teknis pleno kecamatan agar tidak serta-merta dihentikan.
Ia menyarankan hal itu karena tenggang waktu yang diberikan oleh KPU RI untuk masa pleno ini selama 20 hari pasca pencoblosan.
“Kalau hal yang demikian ini tidak bisa diambil langkah oleh KPU RI. Maka sampai bulan puasa pun kita tidak selesai pleno,” katanya.
Selain itu, ia juga melihat bahwa dengan adanya Sistem Informasi Rekapitulasi Pilkada (Sirekap) ini potensi kecurangan pada Pemilu ini akan mempersempit kemungkinan.
Hanya saja, pihaknya menilai bahwa seluruh partai politik harus menjaga suaranya masing-masing.
“Karena sistem dan secara teknis sekarang itu berbeda dengan 2019. Kalau pun ada pergeseran angka dan sebagainya ini juga tidak lepas dari ketidaksiapan dari KPU secara teknis,” pungkasnya.(*)