Lombok Tengah – Sebanyak 520 kepala keluarga (KK) di Desa Karang Sidemen mendesak Bupati Lombok Tengah Lalu Pathul Bahri segera meresmikan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA).
GTRA ini sangat dibutuhkan warga sebagai syarat penerimaan sertifikat hak milik (SHM) di lahan 182 hektar bekas HGU milik PT Tresno Kenangan di Kawasan Hutan Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB Amry Nuryadin mengatakan, desakan itu dilakukan tanpa ada landasan hukum yang jelas.
Menurutnya, sikap tersebut sesuai pasal 720 dan Pasal 721 KUH Perdata, hak erfpacht yang memberikan kewenangan paling luas kepada pemegang hak untuk menikmati sepenuhnya kegunaan tanah kepunyaan pihak lain pasca berakhirnya masa pengelola HGU tahun 1980 dari PT Tresno Kenangan.
“Semua warga sudah mengajukan semua tahapan hingga ke tingkat Kementerian ATR/BPN untuk mengelola tahan seluas 182 hektar. Mulai dari identifikasi subjek dan objek yang kita harap Bupati segera meresmikan GTRA sebagai syarat akhir penerimaan SHM untuk warga,” kata Amry dalam Pertemuan Komunitas Lokal Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Lestari Rinjani di Desa Karang Sidemen Kecamatan Batukliang Utara Lombok Tengah,, Minggu sore (10/12/2023).
Lebih jauh kata Amry, pengajuan proses hak pengelolaan tanah seluas 182 hektar tersebut sudah melalui beberapa tahapan. Mulai dari melakukan pengukuran, administrasi hingga tingkat Kementerian dan tingkat Kanwil BPN NTB dan pusat.
Dengan proses tersebut warga secara sah warga dapat mengakui dan menggarap lahan bekas HGU PT Tresno Kenangan yang dikuasainya selama 75 tahun sejak 1929 hingga 1980.
“Ini rekomendasi adanya percepatan redistribusi tanah reforma agraria yang diklaim oleh PT Tresno Kenangan. Jadi warga sudah menandatangani subjek maupun objek di Badan Pertanahan Nasional NTB untuk proses pengakuan dan perlindungan tanah tersebut,” ujarnya.
Dalam proses percepatan dan pendistribusian tanah tersebut Walhi NTB telah memastikan tanah yang akan dikelola masyarakat tidak bersengketa dengan kawasan hutan.
“Jadi yang digarap oleh warga itu ada 152 hektar. Sisanya 30 hektar akan menjadi kawasan konservasi bekas HGU PT Tresno Kenangan,” ujarnya.
Terkait dengan habisnya masa HGU atas nama PT Tresno Kenangan, pihaknya mendorong Bupati Lombok Tengah Lalu Pathul Bahri sebagai ketua GTRA untuk segera mengurus dokumen penerbitan SHM ke kementerian ATR/BPN.
“Ya kami minta ada upaya mendorong mempercepat proses ini. Jangan sampai Bupati abai terhadap kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Tempat yang sama, Ketua LMDH Lestari Rinjani, Suparman Hasyim mengatakan tanah seluas 182 hektare itu akan menjadi lahan pemanfaatan oleh masyarakat.
“Jadi 30 hektare itu menjadi lahan konservasi baik di aliran sungai masyarakat secara umum juga,” katanya.
Dalam musyawarah ini kata Suparman, ratusan warga Karang Sidemen akan melakukan audiensi ke Bupati seusai hasil musyawarah di Kantor BPN Lombok Tengah beberapa waktu lalu.
“Waktu pengukuran itu ada Pak Bupati, dan ada yang dari Dirjen Kementerian Pertanahan, dan ada juga Staf Wamen ATR/BPN yang juga hadir Kakanwil NTB dan BPN Lombok Tengah. Sehingga meminta khusus untuk subjek yang dikelola oleh 520 KK tersebut dipercepat untuk registrasi ke dalam Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) ini,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut lanjut Suparman, Kakanwil BPN NTB meminta untuk BPN Lombok Tengah dan Bupati Lombok Tengah membuat tim percepatan tanah objek reforma agraria sebagai syarat penerimaan SHM.
“Jadi pada kesempatan ini itulah yang menjadi pembahasan utama kita sebenarnya untuk menuntut supaya semua yang menjadi persyaratan untuk mengelola tanah ke ATR/BPN Pusat supaya disegerakan oleh BPN Lombok Tengah,” katanya.
Terpisah Bupati Lombok Tengah Lalu Pathul Bahri mengatakan pembagian SHM kepada ratusan warga Karang Sidemen sejatinya sudah diatur oleh kementerian ATR/BPN pusat.
“Nanti berapa porsinya yang dihajatkan oleh menteri itu untuk masyarakat, untuk pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dan untuk keberlanjutan yang diberikan kepada kementerian untuk masyarakat Lombok Tengah melalui pemerintah kan,” katanya Pathul.
Menurut Bupati Pemberian SHM pada lahan eks HGU PT Tresno Kenangan tersebut sepenuhnya kuasa Kementerian ATR/BPN.
“Saya tidak tahu kalau akan ada hearing ya. Belum ada kabar. Tapi kami di BPN dan pemerintah pasti akan putuskan nanti seadil-adilnya lah karena sudah diatur oleh pemerintah,” pungkasnya.
Sebagai informasi, lahan eks HGU PT Tresno Kenangan adalah lahan yang dikelola dan didapatkan pada tahun 1979 dalam statusnya sebagai Hak erfacht (Hak Guna Usaha) dengan usia hak selama 75 tahun sejak tahun 1929.
Lahan ini pertama kali diberikan kepada seorang bernama The Kok Tie dengan besluit directuer Yan Binnenlandsche bestuur No. A 6/9/2 tertanggal 2 Maret 1929 seluas hektar 168,585 hektar dengan jangka waktu 75 tahun
Tanah yang dikuasai The Kok Tie dilepas haknya kepada negara sehingga sisa luas tanah yang dikuasai The Kok Tie menjadi 355,100 hektar. Pada perubahan luas tanah ini diperkuat dengan surat Menteri Kehakiman No SK.JA.11/8/5 tanggal 27 Agustus 1954.
Sebagaimana Surat ukur No.22/1955 tanggal 19 Juli 1955 yang dikeluarkan oleh kepala kantor pendaftaran Singaraja tahun 1930 The Kok Tie menjual tanah Perkebunan Hak Erfacht Batukliang Seluas 355,100 hektar kepada Tjan Kien Bie berdasarkan akte No. 13 tanggal 29 Mei 1930.
Setelah Tjan Kien Bie meninggal dunia, tanah perkebunan Hak Erfacht Batukliang, beralih kepada ahli warisnya yaitu Istrinya bernama Han Lie Khan Nio dan anak laki-lakinya bernama Tjan Siang Hian, berdasarkan akte Erfacht No. 5 tanggal 30 Januari 1952.
Pada tahun 1955 Han Lie Khan Nio dan Tjan Siang Hian mengalihkan tanah perkebunan Batukliang tersebut kepada seorang bernama Lion Giok Djie Nio berdasarkan akte no.124 tanggal 21 Mei 1955 yang dibuat dihadapan notaris.
Tanah Hak Erfacht Batukilang ini The Tiong Khwan alias Soetrisno menjalankan usaha perkebunan kopi sampai meninggal dunia pada tanggal 31 Januari 1975 yang kemudian usaha diteruskan oleh ahli warisnya yaitu istrinya yang bernama Kwee Hiem Nio alias Nio Kwee Sian Nio alias Sukarsih Sutrisno.
Selanjutnya berdasarkan Ketentuan pasal 30 UU No.5 Tahun 1960 tentang UUPA bahwa hak guna usaha selama-lamanya selama 20 tahun. Sehingga dapat dikatakan bahwa lahan tersebut dikelola dengan menggunakan hak erfacht atas nama The Tiong Khwan alias Soetrisno hingga batas waktu tahun 1980.