BeritaNasionalPolitik

Kalangan Dewan Provinsi NTB Minta Pemilu Tak Curang

Mataram – Sejumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyebut secara terang-terangan sistem Pemilu di Indonesia masih bobrok.

Hal itu disampaikan oleh sejumlah anggota DPRD NTB saat menggelar Rapat Sosialisasi Tahapan dan Pengawasan Penyelenggara Pemilu 2024, pada Senin (2/10) di ruangan sidang Kantor DPRD NTB.

Rapat tersebut dihadiri langsung oleh Ketua Bawaslu Provinsi NTB Itratip, dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTB Suhardi Soud.

Salah satunya, yakni Anggota DPRD NTB dari Fraksi PKB Muhammad Jumhur, dia secara gamblang menyebut bahwa kecurangan Pemilu ini seolah menjadi hal yang biasa bagi penyelenggara.

“Kami sudah pengalaman ini jadi anggota DPRD. Kami tau mana yang lurus mana yang bengkok, tapi karena kita dapat jadi tidak ngomong ketua,” katanya.

Menurut Jumhur, kecurangan tersebut biasanya terjadi di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Di sana kata dia, seolah seperti pasar tempat jual beli suara.

“Terutama di tingkat PPK. Kalau di masyarakat itu kecil kecurangannya, maka jangan ada dusta diantara kita pak,” ujarnya.

Dengan begitu, Jumhur mempertanyakan bagaimana antisipasi para penyelenggara agar hal tersebut tidak terulang kembali.

“Dan sekarang kami ingin tau bagaimana antisipasi dari penyelenggara agar kami yang jadi Caleg ini segar menghadapi Pemilu ini,” ucapnya.

Tempat yang sama, Ketua DPRD NTB Hj. Baiq Isvie Rupaeda juga menyebutkan hal yang sama. Dia mengatakan, dari pengalaman yang dia alami, kecurangan Pemilu biasanya bukan dilakukan oleh masyarakat, melainkan oleh PPK sendiri.

Secara rinci Isvie menjelaskan, petugas PPK di Dapilnya secara terang-terangan melakukan transaksi dengan para Caleg yang berduit.

“Ada surat suara yang belum dicoblos karena orangnya tidak datang. Tetapi itu dicoblos oleh penyelenggara dan dijual kepada siapa punya uang Caleg itu,” katanya.

Politikus Partai Golkar itu juga menerangkan bahwa, cara bermain para petugas PPK ini pun berbeda-beda. Ada yang bermain dengan surat suara, sampai bermain di data akhir.

“Jadi Caleg si A ini suara tidak ada menjadi ada. Dicobloskan yang tidak hadir yang 1000 jadi 10,000. Aneh bin ajaib,” ujarnya.

Dia menginginkan kejadian semacam itu tidak boleh lagi terjadi di NTB khususnya di Dapilnya yaitu di Lombok Timur.

“Terus terang saya tidak ingin kejadian seperti ini terjadi di Lombok Timur, dimanapun di NTB ini tidak boleh terjadi,” tegasnya.

Menjawab hal itu, Ketua KPU Provinsi NTB Suhardi Soud menjelaskan, pihaknya menjamin kontestasi politik lima tahun sekali itu akan terselenggara dengan jujur dan adil (jurdil).

Bahkan kata Soud, untuk menjamin hal itu. Pihaknya sengaja menarik anak-anak muda sebagai penyelenggara yang didominasi oleh kalangan aktivis.

“Sekarang kami dalam rekrutan penyelenggara ini kami menggunakan yang muda-muda sekarang. Mantan-mantan aktivis kita tarik sebagai penyelenggara,” katanya.

Dengan begitu, Soud sangat yakin Pemilu 2024 akan terselenggara dengan baik. Dia menilai penyelenggara dari kalangan aktivis ini akan mampu menjaga independensinya.

“Sehingga strategi mencari suara pasca pemungutan suara itu saya kira itu sudah tidak tepat,” tegasnya.

Selain itu, dia juga menyarankan agar para peserta Pemilu tidak mecari suara pasca pemungutan suara. Hal itu akan menimbulkan permainan di belakang layar.

“Jangan cari suara pasca pemungutan suara. Silakan cari suara sebelum pemungutan suara. Itu yang tidak baik,” pungkasnya.(Edi Suryansyah)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button