Hukrim

Dituntut 19 Tahun Penjara, Penasihat Hukum Minta Terdakwa Dibebaskan

LOMBOK TENGAH, PolitikaNTB – Terdakwa pemerkosa santri, Muhammad Tazkiran meminta kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Praya untuk membebaskannya. Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Hikmah Az-zikri Kecamatan Pringgarata ini meminta dibaskan karena mengaku tidak melakukan apa yang didakwakan tersebut.

Iwan Slenk selaku penasehat hukum terdakwa menyampaikan dalam sidang pledoi mereka menjawab tuntutan jaksa yang menuntut terdakwa 19 tahun penjara dan dibebankan membayar denda Rp 1 miliar subside 6 bulan kurungan. Menurut mereka tuntutan tersebut sangat jauh dari fakta persidangan.

“Menurut kami seharusnya jaksa menuntut bebas kalau kita melihat fakta persidangan. Di mana dalam persidangan terungkap korban sudah menyatakan dengan jelas, terang, dan tegas bahwa perbuatan yang didakwakan itu tidak pernah dilakukan,” ungkap Iwan Slenk saat ditemui awak media pada Rabu (9/7/2025).

BACA JUGA: Pimpinan Ponpes di Gunung Sari Lombok Barat Diduga Cabuli Puluhan Santriwati, Modus Transfer Lafadz ke Badan

Pengakuan korban ini dianggap relevan dengan saksi lain, seperti ayah korban yang menyatakan tidak pernah melihat kejadian seperti yang didakwakan. Baginya bahwa tidak ada satu saksipun yang melihat perbuatan seperti yang didakwakan dan yang paling mengejutkan adalah penyangkalan dari saksi korban.

“Jadi perbuatan yang didakwakan itu tidak pernah dilakukan oleh terdakwa dan ini statmen dari saksi korban di depan persidangan. Oleh karena itu, menurut kami secara hukum terdakwa harus dibebaskan karena tidak terbukti melakukan seperti yang didakwakan. Tidak ada satupun yang bisa membuktikan bahwa perbuatan seperti yang didakwakan,” tegasnya.

Ikhwan memastikan, tidak ada perbuatan merayu, menggunakan tipu muslihat dan tidak ada kasus pemerkosaan, persetubuhan hingga pencabulan dalam kasus ini. Hal ini sesuai keterangan dari korban.

“Saya tidak mengerti alasan jaksa kok tiba-tiba (tuntutan 19 tahun, red), makanya saya bilang bahwa sepantasnya kalau dilihat dari fakta persidangan dia (jaksa, red) menuntut bebas,” ujarnya.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (JPU Kejari) Lombok Tengah, Wennys Kartika mengungkapkan, dalam kasus ini terdakwa diduga melakukan pemerkosaan, persetubuhan, dan pencabulan kepada tiga orang santrinya. Dari tiga ini di dalam persidangan, satu orang sebagai saksi korban dan dua orang lainnya sebagai saksi.

“Sebenarnya korban ada tiga tapi satu yang jadi korban. Dalam persidangan sementara, dua orang anak sebagai saksi menerangkan perbuatan terdakwa yang dilakukan kepada mereka. Mereka sebagai petunjuk bahwa perbuatan terdakwa seperti itu. sebenarnya kami juga mendorong kepada dua saksi ini untuk membuat laporan polisi,” terangnya.

BACA JUGA: Jangan Kambing Hitamkan Pondok Pesantren dalam Kasus Kekerasan Seksual

Ditambahkan, satu korban yang disidangkan ini menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh terdakwa. Ia mengaku sesuai dengan alat bukti yang dimiliki untuk korban yang masuk persidangan sampai dilakukan persetubuhan.

“Jadi satu orang yang persetubuhan dan dua orang lainnya bisa dibilang sampai pencabulan,” terangnya.

Untuk agenda pledoi dari terdakwa melalui penasehat hukumnya ini, nantinya dari jaksa akan melihat dari sisi materi pembelaan, apakah perlu ditanggapi secara tertulis atau bisa lisan di persidangan. Namun yang jelas tuntutan 19 tahun penjara karena terdakwa merupakan pimpinan ponpes.

“Seharusnya menjadi contoh dan apa yang dilakukan tidak sesuai dengan norma agama dan kesusilaan. Kalau yang meringankan terdakwa tidak ada,” tegasnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button