Pemerintahan

Iwan Slenk: Perbuatan Hukum yang Dilandaskan pada Pergub 02 dan 06 Tahun 2025 Sah, Termasuk BTT

MATARAM, PolitikaNTB – Polemik pergeseran dana Belanja Tak Terduga (BTT) dalam Peraturan Gubernur 02 dan 06 di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terus bergulir. Advokat senior NTB M. Ikhwan, SH.,MH., alias Iwan Slenk menyampaikan pandangannya ihwal polemik tersebut.

Iwan Slenk menerangkan basis argumentasinya berpijak pada posisi hukum Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal dalam pergeseran anggaran BTT tersebut.

Mula-mula, Iwan Slenk menjelaskan bahwa produk hukum daerah yang diterbitkan oleh gubernur / Kepala daerah, ada tiga. Pertama adalah Peraturan Daerah (Perda), kerua Peraturan Kepala Daerah (Perkada) / Pergub, dan ketiga adalah keputusan.

Produk hukum kepala daerah itu diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, terutama: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (jo. Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 sebagai perubahan atasnya).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 65 ayat (1) huruf c berbunyi Kepala daerah mempunyai tugas menetapkan peraturan daerah yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD.

Kemudian Pasal 65 ayat (2) huruf b berbunyi Kepala daerah mempunyai wewenang menetapkan peraturan kepala daerah dan keputusan kepala daerah. Peraturan daerah (Perda) ditetapkan bersama DPRD.

Selanjutnya,bPeraturan kepala daerah (Perkada) ditetapkan oleh kepala daerah sendiri dalam rangka melaksanakan Perda atau kebijakan pemerintahan daerah.

Kemudian Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Jo. Permendagri Nomor 120 Tahun 2018)

Menurut Iwan, ini adalah aturan teknis utama yang menjelaskan jenis, bentuk, tata cara pembentukan, dan pengundangan produk hukum daerah.

Pasal 1 angka 20 berbunyi, produk hukum kepala daerah adalah peraturan kepala daerah dan keputusan kepala daerah yang ditetapkan oleh gubernur atau bupati/wali kota.

Kemudian Pasal 4 menerangkan jenis produk hukum daerah terdiri atas:
a. Peraturan Daerah (Perda);
b. Peraturan Kepala Daerah (Perkada); dan
c. Keputusan Kepala Daerah.

Dijelaskan Iwan, untuk melihat sejauh mana keterlibatan gubernur, kita mesti melihat jenis hukum mana yang digunakan oleh gubernur dalam menerbitkan peraturan / Keputusan.

BACA JUGA: Pergeseran Anggaran di APBD NTB Tahun 2025 Dinilai Sesuai Aturan

BTT

“Dalam pergeseran dana BTT, sebagaimana diketahui, gubernur NTB telah menerbitkan Pergub Nomor 2 dan Pergub nomor 6 Tahun 2025. Pertanyaan mendasarnya, apakah gubernur berwenang? Jawabannya adalah iya (berwenang) berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (jo. Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 sebagai perubahan atasnya),” pungkas Iwan Slenk.

Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 7 ayat (1)

Kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai kewenangan untuk:
a. menetapkan kebijakan pengelolaan keuangan daerah;
b. menetapkan pejabat yang mengelola keuangan daerah;
c. menetapkan bendahara penerimaan dan pengeluaran;
d. menetapkan pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan barang milik daerah; dan
e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD.

Pasal 7 ayat (2)

Kepala daerah mendelegasikan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada pejabat perangkat daerah sesuai bidang tugasnya.

Pasal 8

Kepala daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan APBD dan pelaporan realisasi anggaran kepada DPRD.

Selanjutnya, bagaimana hukum apabila peraturan kepala daerah / pergub / Keputusan gubernur bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi?

Iwan menjelaskan, apabila dikemudian hari ditemukan/terbukti, dalam proses penerbitan produk peraturan kepala daerah terbukti bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi maka tidak serta merta atau otomatis dikenakan sanksi pidana, karena konsekuensi yuridisnya adalah pembatalan peraturan tersebut melalui mekanisme pengujian hukum (uji materiil di Mahkamah Agung).

“Selama belum ada pembatalan produk peraturan tersebut melalui uji materil (putusan pengadilan), maka produk peraturan yang dimaksud oleh hukum tetap dianggap sah dan berlaku,” bebernya.

Kemudian, bagaimana jika putusan peradilan memutuskan bahwa produk hukum tersebut dinyatakan batal karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka sejak saat itu peraturan itu tidak sah secara hukum dan tidak berlaku lagi dengan kata lain peraturan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan harus dicabut.

Selanjutnya, terhadap pembatalan keputusan gubernur oleh putusan peradilan yang berwenang, maka penerbit peraturan dapat dikenakan sanksi administratif.

Hal itu termaktuh Kewenangan Pengawasan dan Pembatalan Produk Hukum Kepala Daerah Pasal 251 UU No. 23 Tahun 2014:

(1) Peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau kepentingan umum dapat dibatalkan.
(2) Pembatalan peraturan gubernur dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri.
(4) Pembatalan ditetapkan dengan keputusan Menteri.
(8) Kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Presiden paling lambat 14 hari setelah pembatalan ditetapkan.

Artinya: Jika Peraturan Gubernur bertentangan dengan UU, PP, atau Perpres, Menteri Dalam Negeri berwenang membatalkannya. Namun pembatalan itu tidak menutup kemungkinan pemberian sanksi administratif kepada gubernur.

BACA JUGA: Pemprov NTB Bayar Beban Utang Tahun 2024 Ratusan Miliar, Iqbal: Kami Ingin Memulai Pemerintahan Tanpa Utang

Sanksi Administratif terhadap Kepala Daerah Pasal 78 UU No. 23 Tahun 2014

(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat diberhentikan sementara karena:
a. diduga melakukan pelanggaran berat terhadap sumpah/janji jabatan dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. diduga melakukan perbuatan tercela; atau
c. sedang menjalani proses hukum.

(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat diberhentikan apabila terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap peraturan perundang-undangan.

“Menetapkan Pergub yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat menjadi dasar pemberian sanksi administratif,” beber Iwan.

Jenis dan Bentuk Sanksi Administratif (PP No. 12 Tahun 2017) Pasal 28 PP No. 12 Tahun 2017

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, pemerintah pusat dapat memberikan sanksi administratif kepada kepala daerah yang melanggar peraturan perundang-undangan.

Pasal 30 ayat (1)

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dapat berupa:

1.      Teguran tertulis;
2.      Pembatalan kebijakan daerah;
3.      Penundaan evaluasi rancangan peraturan daerah dan/atau rancangan peraturan kepala daerah;
4.      Penundaan atau pemotongan dana transfer ke daerah;
5.      Pemberhentian sementara; atau
6.      Pemberhentian tetap.

Pasal 31

Pemberian sanksi administratif dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat pelanggaran, mulai dari teguran tertulis hingga pemberhentian.


Apakah gubernur dapat dijerat dengan hukum pidana ketika menerbitkan aturan yang dinyatakan bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi?

“Tidak otomatis. Karena masalah proses penerbitan peraturan itu menyangkut administrasi. Jika ada kesalahan, maka itu adalah kesalahan administratif atau pelanggaran hierarki perundang-undanagan. Sanksi pidana hanya dapat diatur pada tingkat undang-undang (peraturan daerah) dalam kondisi tertentu. Sedangkan untuk aturan di bawah perda, itu tidak mengatur sanksi pidana. Dalam kondisi khusus, gubernur dapat menghadapi proses pidana jika penerbitan pergub tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana tertentu yang diatur dalam undang-undang lain,” teran Iwan.

Misalnya terdapat unsur penyalahgunaan wewenang yang disengaja dan menyebabkan kerugian keuangan negara. Kedua terdapat itikad buruk (niat jahat) yang dapat dibuktikan secara hukum. Jadi bukan sekadar administratif atau perbedan penafsiran norma.

Jadi, penerbitan pergub yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi cenderung berkonsekuensi pada pembatalan peraturan tersebut melalui mekanisme uji materil oleh Mahkamah Agung. Bukan langsung berujung pada sanksi pidana. Kecuali ada bukti kuat ada tindak pidana lain yang menyertainya.

BACA JUGA: Kerja Gubernur Iqbal Terukur, Politikus Partai Demokrat Raden Rahadian Puji Eksekusi APBD di Pergeseran Pertama

Analisis: Apakah pergeseran dana BTT melalui Peraturan Kepala Daerah tentang
Perubahan Kedua Atas Penjabaran APBD tahun 2025 bertentangan dengan
Peraturan Perundang-Undangan?

1. Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah bahwa :

Ayat (1) : “Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan”.

Ayat (2) :”Pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan”

a. menyusun rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang
perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;

b. mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang
pertanggungiawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama;

c. menetapkan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang
perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;

d. menetapkan kebijakan terkait Pengelolaan Keuangan Daerah;

e. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak terkait Pengelolaan Keuangan Daerah yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;

f. menetapkan kebijakan pengelolaan APBD;

g. menetapkan KPA;

h. menetapkan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran;

i. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah;

j. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan Utang
dan Piutang Daerah;

k. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas
tagihan dan memerintahkan pembayaran;

l. menetapkan pejabat lainnya dalam rangka Pengelolaan Keuangan
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan

m. melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Ayat (3) : “Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Kepala Daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan
Keuangan Daerah kepada Pejabat Perangkat Daerah.

Ayat (4) : “Pejabat Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) terdiri atas :

a. sekretaris daerah selaku koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah;
b. kepala SKPKD selaku PPKD; dan
c. kepala SKPD selaku PA.
Anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) secara administratif dialokasikan pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), yang notabene adalah unit kerja di bawah
kendali langsung PKPKD (Gubernur). Hal ini menegaskan bahwa keputusan final penggunaan BTT berada di tangan Gubernur.

BTT merupakan pos anggaran yang paling memungkinkan adanya diskresi (pengambilan keputusan mandiri) oleh Gubernur, namun diskresi ini terbatas ketat oleh kriteria keadaan darurat dan/atau keperluan
mendesak yang tidak dapat diprediksi.
Berdasarkan Pasal 163 Peraturan Pemerintah a quo bahwa “Pergeseran anggaran dapat dilakukan antar organisasi, antar unit organisasi, antar Program, antar Kegiatan, dan antar jenis belanja, antar obyek belanja,
dan/atau antar rincian obyek belanja”.

Selanjutnya, Pasal 164 Peraturan a quo menyebutkan bahwa :
(1) Pergeseran anggaran antar organisasi, antar unit organisasi, antar Program, antar Kegiatan, dan antar jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 dilakukan melalui perubahan Perda tentang APBD.
(2) Pergeseran anggaran antar obyek belanja dan/atau antar rincian obyek belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 dilakukan melalui perubahan Perkada tentang Penjabaran APBD.
(3) Pergeseran anggaran antar obyek belanja dalam jenis belanja dan antar rincian obyek belanja dalam obyek belanja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Daerah.
(4) Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diformulasikan dalam Perubahan DPA SKPD.
(5) Perubahan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya dituangkan dalam rancangan
Perda tentang perubahan APBD atau ditampung dalam laporan realisasi anggaran.
(6) Perubahan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditampung dalam laporan realisasi anggaran
apabila:
a. tidak melakukan perubahan APBD; atau
b. pergeseran dilakukan setelah ditetapkannya Perda tentang
perubahan APBD.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pergeseran anggaran
diatur dalam Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
3. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020,
dalam lampiran BAB VI huruf D, menjelaskan bahwa :
“ Mengacu pada Pasal 163 dan Pasal 164 Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2019, Peraturan Menteri Dalam Negeri ini membuat ketentuan terkait
pergeseran anggaran sebagai berikut :
a. Pergeseran anggaran dapat dilakukan antar organisasi, antar unit
organisasi, antar program, antar kegiatan, antar sub kegiatan, dan
antar kelompok, antar jenis, antar objek, antar rincian objek dan/atau
sub rincian objek.
b. Pergeseran anggaran terdiri atas:
1) pergeseran anggaran yang menyebabkan perubahan APBD; dan
2) pergeseran anggaran yang tidak menyebabkan perubahan
APBD.
c. Pergeseran anggaran yang menyebabkan perubahan APBD yaitu :
1) pergeseran antar organisasi;
2) pergeseran antar unit organisasi;
3) pergeseran antar program;
4) pergeseran antar kegiatan,
5) pergeseran antar sub kegiatan;
6) pergeseran antar kelompok;
7) pergeseran antar jenis.
d. Pergeseran anggaran yang tidak menyebabkan perubahan APBD
yaitu:
1) Pergeseran antar objek dalam jenis yang sama. Pergeseran ini dapat dilakukan atas persetujuan sekretaris daerah.
2) Pergeseran antar rincian objek dalam objek yang sama. Pergeseran ini dapat dilakukan atas persetujuan PPKD.
3) Pergeseran antar sub rincian objek dalam rincian objek yang sama. Pergeseran ini dapat dilakukan atas persetujuan PPKD.
4) Perubahan atau pergeseran atas uraian dari sub rincian objek dapat dilakukan atas persetujuan Pengguna Anggaran.
e. Pergeseran anggaran yang tidak menyebabkan perubahan APBD
yang dilakukan sebelum perubahan APBD, dapat dilakukan tanpa melakukan perubahan Perkada penjabaran APBD terlebih dahulu.
Ketika perubahan APBD dilakukan, pergeseran anggaran tersebut
ditetapkan dalam Perkada perubahan penjabaran APBD.
f. Pergeseran anggaran yang tidak menyebabkan perubahan APBD yang dilakukan setelah perubahan APBD ditampung dalam laporan realisasi anggaran.
g. Semua pergeseran dapat dilaksanakan berdasarkan perubahan DPA-SKPD
h. Pada kondisi tertentu, pergeseran anggaran yang menyebabkan perubahan APBD dapat dilakukan sebelum perubahan APBD melalui ketetapan Kepala Daerah dengan diberitahukan kepada pimpinan
DPRD. Kondisi tertentu tersebut dapat berupa kondisi mendesak atau perubahan prioritas pembangunan baik di tingkat nasional atau
daerah.
i. Jika pergeseran tersebut dilakukan sebelum perubahan APBD, pergeseran/perubahan anggaran ditampung dalam Perda perubahan
APBD. Jika pergeseran tersebut dilakukan setelah perubahan APBD, dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran.
j. Pergeseran anggaran dilakukan dengan menyusun perubahan DPASKPD
k. Pergeseran anggaran yang menyebabkan perubahan APBD mengikuti ketentuan mekanisme perubahan APBD.
l. Pergeseran anggaran diikuti dengan pergeseran anggaran kas
m. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pergeseran anggaran diatur dalam Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
Ketentuan pelaksanaan :
a. Pihak terkait SKPD mengusulkan pergeseran anggaran berdasarkan
situasi dan kondisi pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan
b. Atas usulan tersebut:
1) TAPD mengidentifikasi perubahan perda APBD yang diperlukan jika pergeseran anggaran merubah perda APBD;
2) Sekda/PPKD/Pengguna Anggaran memberikan persetujuan jika pergeseran anggaran tidak merubah perda APBD.
c. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran menyiapkan perubahan DPA SKPD sebagai dasar pelaksanaan pergeseran
anggaran. Perubahan DPA SKPD tersebut disetujui oleh Sekda dan disahkan oleh PPKD.
4. Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 24 Tahun 2024 bahwa :
1) Pasal 1 angka 31 bahwa “Belanja Tidak Terduga yang selanjutnya disingkat BTT adalah pengeluaran anggaran atas beban APBD untuk keperluan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat
diprediksi sebelumnya, pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya dan belanja bantuan sosial yang
tidak direncanakan.”
2) Pasal 5 bahwa BTT merupakan belanja yang dianggarkan untuk:
a. keperluan keadaan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya;
b. pengembalian atas kelebihan pendapatan daerah tahun-tahun sebelumnya; dan
c. bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.
3) Pasal 6 bahwa “Keperluan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dengan kriteria sebagai berikut:
a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas Pemerintah Daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;
b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. berada di luar kendali dan pengaruh Pemerintah Daerah;
d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat bencana;
e. merupakan kejadian yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan/atau non alam; dan/atau
f. merupakan kejadian yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas Masyarakat.
4) Pasal 8 bahwa
(1) Keperluan mendesak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, meliputi:
a. kebutuhan daerah dalam rangka pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan;
b. belanja daerah yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib;
c. pengeluaran daerah yang berada diluar kendali Pemerintah Daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya, serta amanat peraturan perundangundangan; dan/atau
d. pengeluaran daerah lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.
(2) Kebutuhan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, antara lain seperti pemenuhan kebutuhan pendanaan dalam
rangka pemenuhan standar pelayanan minimal.
(3) Belanja yang bersifat mengikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan belanja yang dibutuhkan secara
terus menerus dan harus dialokasikan oleh Pemerintah Daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan dalam tahun anggaran berkenaan seperti belanja pegawai antara lain untuk pembayaran kekurangan gaji dan tunjangan serta belanja
barang dan jasa antara lain untuk pembayaran telepon, air, listrik,
dan internet
4) Belanja yang bersifat wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan belanja untuk terjaminnya kelangsungan
pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan, kesehatan, melaksanakan kewajiban kepada
pihak ketiga, kewajiban pembayaran pokok pinjaman, bunga pinjaman yang telah jatuh tempo, dan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pengeluaran Daerah yang berada diluar kendali Pemerintah Daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya, serta amanat peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c antara lain amanat peraturan perundangundangan yang ditetapkan setelah Peraturan Daerah tentang APBD ditetapkan.

Regulasi Teknis Spesifik NTB

Kewenangan Gubernur dalam penggunaan BTT di NTB diperinci lebih lanjut dalam
peraturan turunan, yang saat ini merujuk pada Peraturan Gubernur (Pergub) NTB
No. 13 Tahun 2025 tentang Tata Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan
Daerah. Pergub ini menjadi lex specialis (hukum khusus) yang mengikat tata kelola
BTT di Provinsi NTB.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button