Jalan Terjal Usul Interpelasi DAK 2024 di DPRD NTB

MATARAM – Usulan hak interpelasi pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik tahun 2024 di lingkup Pemprov NTB yang dibahas di DPRD NTB menemui jalan terjal. Usulan tersebut menuai penolakan dari mayoritas fraksi di Udayana.
Dalam rapat paripurna ihwal Usulan Penggunaan Hak Interpelasi, delapan fraksi di DPRD NTB telah menyampaikan pandangannya.
Di mana, dari delapan fraksi, lima di antaranya menyatakan menolak penggunaan hak interpelasi tersebut. Di antaranya, Fraksi Gerindra, PPP, Fraksi PKS, dan Fraksi Amanat Bintang Nurani Rakyat (ABNR) yaitu gabungan PAN, PBB, dan Hanura.
Selanjutnya, dua fraksi menyetujui, yaitu Fraksi Demokrat dan Fraksi Persatuan Perjuangan Restorasi (PPR) merupakan gabungan dari NasDem, PDIP, dan Perindo.
Selanjutnya, Fraksi Golkar, menyatakan abstain atau tidak menentukan sikap. Padahal sebelumnya, anggota fraksi Golkar masuk dalam jajaran pengusul interpelasi, yakni Hamdan Kasim.
Wakil Ketua DPRD NTB, Yek Agil yang juga memimpin paripurna tersebut menyampaikan, pada prinsipnya Pimpinan DPRD NTB memberikan ruang penuh kepada masing-masing fraksi untuk menyampaikan pandangannya atas usulan penggunaan hak interpelasi ini.
Artinya, ujar Yek Agil, tidak ada kapasitas pimpinan untuk melakukan intervensi atau membatasi ruang gerak masing-masing fraksi.
“Karena meraka punya hak masing-masing untuk menentukan sikapnya. Terpenting bagaimana pimpinan memberikan ruang kepada fraksi untuk menyampaikan pandangan mereka,” jelas Yek Agil usai paripurna.
Namun untuk menentukan penggunaan hak interpelasi ini dilanjutkan atau tidak, akan ditentukan pada paripurna selanjutnya. Dalam hal ini, rapat paripurna ketiga atas usulan penggunaan hak interpelasi dilaksanakan pada 5 Mei 2025.
“Tapi nanti berkemungkinan akan menggunakan voting juga, tapi kita lihat nanti,” pungkasnya.
Sebelumnya, salah satu pengusul hak interpelasi soal kisruh pengelolaan DAK 2024, Hamdan Kasim mengapresiasi secara kelembagaan atas keputusan DPRD NTB memparipurnakan usulan tersebut.
“Persidangan di DPRD ini saya kira sesuai dengan Tatib kita,” kata Hamdan.
Ketua Fraksi Partai Golkar ini meminta, apapun menjadi keputusan masing-masing fraksi ke depan untuk dihormati. Apakah mereka menyetujui untuk dilanjutkan atau tidak.
“Saya kira semua harus menghormati keputusan itu, apapun keputusannya. Besok kan ada pandangan fraksi. Fraksi diberikan ruang untuk memberikan pandangannya masing-masing. Baik yang bersifat menerima maupun menolak kita hormati. Biar publik yang akan menilai,” ungkapnya.
Dalam hal ini, Fraksi Golkar sendiri belum menentukan sikap soal keputusan tersebut. Sebab, perlu ada pembahasan lebih lanjut dengan seluruh anggota fraksi.
Namun ia menegaskan, secara personal tetap konsisten sebagai pengusul. Tapi bicara fraksi, kata Hamdan, tentu harus mendapat persetujuan dari 10 anggota yang tergabung. Sebab, keputusannya mengikat, kolektif, dan kolegial.
“Saya sendiri Fraksi Golkar belum memutuskan, hari ini InsyaAllah kami rapat fraksi. Kami menyerahkan ke fraksi keputusan apa yang kami ambil. Tapi saya secara personal saya tetap konsisten sebagai pengusul,” tegasnya.
Senada, salah satu pengusul hak interpelasi dari Partai Perindo, M. Nasib Ikroman juga menyampaikan demikian. Di mana fraksi ABNR (gabungan PAN, PBB, dan Partai Hanura), juga belum mengambil keputusan.
“Tentu nanti kami rapat lagi lah, karena kan fraksi kami gabungan beberapa partai,” ujar Achip, sapaan M. Nasib Ikroman.
Sementara mengenai tanggapan dari frakasi lain, Achip mengaku tidak memiliki ruang untuk melakukan intervensi. Sebab itu merupakan ruang politik mereka masing-masing fraksi.
“Mereka setuju atau tidak, tentu publik menilai. Apakah memang ketika bertanya saja dilarang, bertanya saja tidak setuju. Maka sikap politik dari fraksi ya silahkan publik menilai,” ungkap Achip.
Suarakan Hak Interpelasi Sejak Februari
Hamdan Kasim pertama kali menyurakan hak interpelasi DAK 2024 pada Februari yang lalu pada saat rapat paripurna dalam rangka Penandatanganan Nota Kesepakatan Rancangan Awal RPJMD di Kantor DPRD NTB pada Jumat (11/4/2025).
Rapat paripurna tersebut diwarnai kegaduhan. Interupsi pertama kali disampaikan oleh Ketua Fraksi Partai Golkar, Hamdan Kasim, yang mempertanyakan kejelasan mengenai surat usulan hak interpelasi yang disampaikan oleh sejumlah anggota dewan.
Hamdan meminta pimpinan DPRD NTB untuk membacakan surat usulan interpelasi tersebut dalam rapat paripurna.
“Kami sudah memenuhi semua persyaratan sesuai regulasi yang berlaku. Tapi kenapa sampai saat ini surat usulan hak interpelasi ini belum dibacakan oleh pimpinan? Apa yang terjadi?” ujar Hamdan.
Dalam kesempatan itu, Hamdan menegaskan bahwa hak interpelasi adalah bagian dari tugas dan fungsi DPRD untuk mempertanyakan kepada gubernur terkait pelaksanaan program dan kegiatan yang berdampak luas bagi masyarakat.
“Interpelasi ini adalah hak bertanya. Kami hanya ingin bertanya kepada gubernur mengenai kebijakan strategis yang berdampak luas bagi masyarakat, seperti penggunaan DAK. Jadi, interpelasi ini bukan sesuatu yang menakutkan,” kata Hamdan dengan tegas.
Jawaban Isvie ini memicu reaksi dari sejumlah anggota fraksi lainnya, karena pimpinan DPRD dianggap memberikan perlakuan berbeda terhadap surat usulan hak interpelasi. Biasanya, setiap surat masuk akan dibacakan di awal rapat paripurna.
Perdebatan antaranggota dewan pun tak terhindarkan, akibat perbedaan penafsiran mengenai waktu pembacaan surat masuk. Namun, akhirnya pimpinan dewan setuju untuk membacakan surat usulan hak interpelasi sebelum memasuki agenda utama rapat paripurna.
Namun, keributan kembali terjadi saat Sekretaris DPRD NTB, H. Surya Bahari, mulai membacakan surat tanggapan dari sejumlah fraksi yang menolak hak interpelasi tersebut. Surat penolakan tersebut datang dari Fraksi PKS, PPP, Gerindra, PKB, dan Fraksi Gabungan Amanat Bintang Nurani Rakyat.
Hamdan Kasim kembali mengajukan interupsi, mempertanyakan kejanggalan yang terjadi. Ia menilai bahwa meskipun surat usulan hak interpelasi baru saja dibacakan, sudah ada surat tanggapan dari fraksi-fraksi yang menolak. Hal ini dianggapnya tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya dijalankan.
“Ini preseden buruk bagi lembaga DPRD NTB. Pimpinan DPRD sangat kentara tidak mengikuti mekanisme yang ada. Bagaimana mungkin surat baru saja dibacakan, tapi tiba-tiba sudah ada tanggapan dari fraksi lain? Mestinya itu diagendakan pada rapat paripurna berikutnya,” tegas Hamdan.
Hamdan menegaskan bahwa pimpinan DPRD seharusnya bersikap bijaksana dalam mengakomodir aspirasi, termasuk usulan hak interpelasi tersebut.
Ia menambahkan bahwa keputusan apakah hak interpelasi akan disetujui atau tidak adalah hal lain, namun yang terpenting adalah mekanisme harus dijalankan dengan baik.
“Kami siap menerima apapun keputusan lembaga, apakah usulan ini diterima atau tidak. Kami hormati itu. Tapi setidaknya mekanisme harus dijalankan dengan benar. Apapun nanti hasil akhirnya, kami akan menghormatinya,” ujar Hamdan.