MATARAM – Ketua Komisi IV DPRD NTB Hamdan Kasim yang juga inisiator Hak Interpelasi Dana Alokasi Khusus (DAK) 2024 kembali menyuarakan hak interpelasi pengelolaan DAK tahun 2024 di semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov NTB.
Ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD NTB itu menyorot realisasi fisik pekerjaan dari sumber DAK 2024 yang menurutnya masih amburadul di lapangan.
“Ini sudah bulan April, tetapi banyak sekali pekerjan-pekerjaan fisik masih jauh dari selesai. Ini buruk sekali,” ungkap Hamdan usai rapat paripurna dalam rangka Penandatanganan Nota Kesepakatan Rancangan Awal RPJMD di Kantor DPRD NTB pada Jumat (11/4/2025) kemarin.
Rapat paripurna tersebut juga turut dihadiri Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal bersama jajaran Forkopimda.
Hamdan tidak ingin potret buruk pengelolaan DAK 2024 ini kembali berulang, sehingga pelaksanaan interpelasi pengelolaan DAK ini sangat penting untuk dilakukan.
Jangan sampai kejadian seperti ini berulang, sehingga interpelasi ini sebagai bentuk evaluasi untuk perbaikan.
“Banyak pihak dirugikan atas buruknya pengelolaan DAK 2024 ini,” tegasnya.
Bagi Hamdan, pengawasan dan evaluasi pengelolaan DAK melalui inisiasi hak interpelasi ini, merupakan bagian dari cara Fraksi Partai Golkar membantu Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal.
Sebab, melalui interpelasi ini, akan menjadi bahan evaluasi perbaikan, sehingga dalam pelaksanaan DAK 2025 yang menjadi tahun pertama pelaksanaan APBD bagi Gubernur, bisa jauh lebih baik lagi.
“Jangan sampai dia pihak yang justru menginginkan pengelolaan DAK ini status quo, agar bisa ikut terus bermain di air keruh,” bebernya.
“Jika status quo ini terus berlangsung, maka akan sangat merugikan Guberur kedepan,” tambahnya.
Suarakan Hak Interpelasi Sejak Februari
Hamdan Kasim pertama kali menyurakan hak interpelasi DAK 2024 pada Februari yang lalu pada saat rapat paripurna dalam rangka Penandatanganan Nota Kesepakatan Rancangan Awal RPJMD di Kantor DPRD NTB pada Jumat (11/4/2025).
Rapat paripurna tersebut diwarnai kegaduhan. Interupsi pertama kali disampaikan oleh Hamdan Kasim. Ia mempertanyakan kejelasan mengenai surat usulan hak interpelasi yang disampaikan oleh sejumlah anggota dewan.
Hamdan meminta pimpinan DPRD NTB untuk membacakan surat usulan interpelasi tersebut dalam rapat paripurna.
“Kami sudah memenuhi semua persyaratan sesuai regulasi yang berlaku. Tapi kenapa sampai saat ini surat usulan hak interpelasi ini belum dibacakan oleh pimpinan? Apa yang terjadi?” ujar Hamdan.
Dalam kesempatan itu, Hamdan menegaskan bahwa hak interpelasi adalah bagian dari tugas dan fungsi DPRD untuk mempertanyakan kepada gubernur terkait pelaksanaan program dan kegiatan yang berdampak luas bagi masyarakat.
“Interpelasi ini adalah hak bertanya. Kami hanya ingin bertanya kepada gubernur mengenai kebijakan strategis yang berdampak luas bagi masyarakat, seperti penggunaan DAK. Jadi, interpelasi ini bukan sesuatu yang menakutkan,” kata Hamdan dengan tegas.
Jawaban Isvie ini memicu reaksi dari sejumlah anggota fraksi lainnya, karena pimpinan DPRD dianggap memberikan perlakuan berbeda terhadap surat usulan hak interpelasi. Biasanya, setiap surat masuk akan dibacakan di awal rapat paripurna.
Perdebatan antaranggota dewan pun tak terhindarkan, akibat perbedaan penafsiran mengenai waktu pembacaan surat masuk. Namun, akhirnya pimpinan dewan setuju untuk membacakan surat usulan hak interpelasi sebelum memasuki agenda utama rapat paripurna.
Namun, keributan kembali terjadi saat Sekretaris DPRD NTB, H. Surya Bahari, mulai membacakan surat tanggapan dari sejumlah fraksi yang menolak hak interpelasi tersebut. Surat penolakan tersebut datang dari Fraksi PKS, PPP, Gerindra, PKB, dan Fraksi Gabungan Amanat Bintang Nurani Rakyat.
Hamdan Kasim kembali mengajukan interupsi, mempertanyakan kejanggalan yang terjadi. Ia menilai bahwa meskipun surat usulan hak interpelasi baru saja dibacakan, sudah ada surat tanggapan dari fraksi-fraksi yang menolak. Hal ini dianggapnya tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya dijalankan.
“Ini preseden buruk bagi lembaga DPRD NTB. Pimpinan DPRD sangat kentara tidak mengikuti mekanisme yang ada. Bagaimana mungkin surat baru saja dibacakan, tapi tiba-tiba sudah ada tanggapan dari fraksi lain? Mestinya itu diagendakan pada rapat paripurna berikutnya,” tegas Hamdan.
Hamdan menegaskan bahwa pimpinan DPRD seharusnya bersikap bijaksana dalam mengakomodir aspirasi, termasuk usulan hak interpelasi tersebut.
Ia menambahkan bahwa keputusan apakah hak interpelasi akan disetujui atau tidak adalah hal lain, namun yang terpenting adalah mekanisme harus dijalankan dengan baik.
“Kami siap menerima apapun keputusan lembaga, apakah usulan ini diterima atau tidak. Kami hormati itu. Tapi setidaknya mekanisme harus dijalankan dengan benar. Apapun nanti hasil akhirnya, kami akan menghormatinya,” ujar Hamdan.