EkonomiPemerintahan

Data BPS dan Jalan Baru NTB: Dari Tambang ke Pariwisata Berkualitas

Oleh: Taufan Rahmadi (Dewan Pakar GSN Bidang Pariwisata)

Angka pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada triwulan II-2025 yang tercatat minus 0,25 persen (yoy), dalam banyak narasi publik mungkin tampak mengecewakan. Namun, angka itu hanya satu bagian dari gambaran besar yang sedang ditata ulang oleh daerah ini. NTB saat ini sedang berada pada satu titik balik sejarah, berpindah dari ketergantungan pada ekstraksi sumber daya tambang menuju ekosistem ekonomi yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan berbasis pariwisata berkualitas.

Sejak awal masa kepemimpinannya, Gubernur Lalu Muhamad Iqbal telah menegaskan arah baru NTB melalui program – program prioritas dalam visi mewujudkan NTB Makmur Mendunia. Bukan hanya terminologi pembangunan, melainkan kerangka kerja transformatif yang menyasar perbaikan kualitas sumber daya manusia, pelayanan publik, serta ekonomi berbasis nilai tambah. Salah satu orientasi utamanya adalah membangun sektor pariwisata berkualitas sebagai lokomotif baru penggerak ekonomi NTB, menggantikan dominasi sektor pertambangan yang selama bertahun-tahun menjadi andalan utama.

Langkah ini sejalan dengan tren global. Data World Bank menyebutkan bahwa sektor pariwisata dan ekonomi kreatif berkontribusi langsung terhadap lebih dari 10% PDB dunia dan menyerap 1 dari 10 lapangan kerja secara global (World Bank, 2023).

BACA JUGA: Ekonomi NTB Minus Gegara Tambang, Mendagri Tito Telpon Menteri ESDM Bahlil Nego Relaksasi Ekspor PT AMNT

Indonesia sendiri, menurut WTTC (2025), diproyeksikan mencapai kontribusi sektor pariwisata sebesar Rp1.269,8 triliun terhadap PDB nasional tahun ini, sekitar 5,5% dari total PDB. NTB, dengan potensi destinasi seperti Mandalika, Gili, dan kawasan pegunungan Rinjani, Teluk Saleh, Tambora, memiliki posisi yang sangat strategis untuk menjadi bagian dari arus besar tersebut.

Transisi NTB bukan hanya wacana. Implementasi nyatanya tercermin dari keberhasilan penyelenggaraan berbagai event nasional dan internasional. Tercatat, NTB sukses menjadi tuan rumah Festival Olahraga Masyarakat Nasional (FORNAS) VIII, Event ini menyedot puluhan ribu pengunjung dan kontingen dari seluruh Indonesia, menggerakkan sektor perhotelan, kuliner, transportasi lokal, hingga pelaku UMKM. Multiplier effect-nya nyata,  terjadi lonjakan okupansi hotel lebih dari 70% di beberapa titik strategis, pergerakan ekonomi mencapai ratusan milyar rupiah,  peningkatan omzet pelaku kuliner lokal, dan eksposur media nasional yang memperkuat positioning NTB sebagai destinasi wisata olahraga nomor satu di Indonesia.

Event-event berkelas dunia seperti MotoGP Mandalika,  hingga festival budaya seperti Bau Nyale telah menjadi tulang punggung baru dalam strategi pemasaran daerah. Semua ini menjadi langkah strategis dalam menjadikan NTB bukan hanya sebagai tujuan wisata, tetapi juga sebagai pusat ekonomi kreatif berbasis komunitas.

Dalam transisi semacam ini, stagnasi sesaat adalah keniscayaan. Ekonomi NTB dalam dua dekade terakhir sangat ditopang oleh sektor pertambangan, khususnya tembaga dan emas. Ketika sektor ini mengalami penyesuaian, terutama terkait ekspor dan kebijakan hilirisasi nasional, kontraksi jangka pendek nyaris tak terhindarkan. Namun, inilah harga dari keberanian melakukan transformasi. Seperti rumah yang perlu menggali fondasi lebih dalam sebelum dibangun lebih tinggi, NTB saat ini tengah menggali masa depan ekonominya sendiri.

BACA JUGA: NTB Andalkan Pariwisata Jadi Motor Utama Penggerak Perekonomian

Menilai minus 0,25 persen semata tanpa melihat perubahan struktur ekonomi daerah adalah kekeliruan logika. Justru inilah momen NTB sedang membongkar ketergantungan lamanya dan menyusun peta jalan baru untuk pembangunan jangka panjang. Di sinilah publik perlu jernih memandang, ini bukan kemunduran, melainkan sebuah lompatan keyakinan menuju ekonomi daerah yang lebih kokoh.

Ke depan, keberhasilan NTB akan sangat ditentukan oleh seberapa konsisten dan kolaboratif program NTB Berkualitas ini diimplementasikan. Dukungan lintas sektor, konektivitas antarmoda, perbaikan regulasi investasi pariwisata, serta sinergi dengan pemerintah pusat akan menjadi kunci. Tapi satu hal yang sudah tampak jelas, arah kompas pembangunan NTB telah berubah

Dan dalam perubahan itulah, harapan baru sedang tumbuh.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button