LOMBOK TIMUR – Praktik calo tiket penyeberangan di Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur menjamur. Dalam radius 2 kilometer menuju pintu gerbang utama pelabuhan, berdiri loket-loket (gerai) pembelian tiket tidak resmi alias ilegal.
Loket-loket tersebut tidak dikelola langsung oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) alias ADSP. ASDP merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola pelabuhan, bergerak di bidang penyeberangan antar pulau.
Pantauan media ini, tepatnya di sepanjang Jalan Kayangan Port, berdiri puluhan loket-loket penjualan tiket. Puluhan loket tersebut berdiri di atas bangunan semi permanen. Loket tersebut dikelola langsung oleh warga, yang menyebut diri mereka agen tiket.
Para warga ini ditengarai memiliki akses langsung dengan pihak ASDP. Mereka bekerja sama dalam mengatur distribusi tiket. Parahnya, ada mark up harga penjualan tiket penyeberangan.
Sebagai contoh, untuk kendaraan dengan golongan IV A, tarif harga normal yang tertera pada laman Ferizy di [http://trip.ferizy.com], laman resmi penjualan tiket penyeberangan online, harga normalnya Rp 563 ribu. Dengan rincian Rp 559 ribu untuk tarif dan Rp 4 ribu untuk asuransi.
Janggalnya lagi, pada Boarding Pass Detail yang diberikan kepada pengguna jasa, harga tertera tetap Rp 563 ribu. Namun, ketika pembeli hendak membayar, agen tiket meminta bayaran sebesar Rp 575 ribu. Praktik yang sama terjadi dalam setiap pembelian tiket untuk semua golongan kendaraan.
Hal itulah yang disesalkan M. Fihiruddin. Salah seorang pengguna jasa yang menyeberang dari Pelabuhan Kayangan menuju Pelabuhan Poto Tano beberapa waktu yang lalu. Fihiruddin mengaku jengkel.
Awalnya, saat hendak memasuki pintu masuk pelabuhan, Fihiruddin hendak membeli tiket penyeberangan pada loket resmi yang telah disediakan ASDP.
Ia telah menyiapkan kartu e-money (dompet digital). Namun, pihak pelabuhan menuturkan, pembelian tiket hanya bisa dilakukan via daring dan pada loket di luar pelabuhan.
“Saya kan mau beli tiket di loket resmi, saya sudah siapkan e-money. Tapi ternyata sudah tidak bisa. Saya diminta untuk keluar, beli tiket di luar,” ujar Fihiruddin.
“Kata petugasnya, pembelian tiket menggunakan e-money tidak tersedia. Alatnya sudah tidak berfungsi,” tuturnya mengulang keterangan dari petugas di pintu masuk pelabuhan.
Fihiruddin juga menceritakan, ada mark-up harga tiket penyeberangan. Sebagaimana yang dijelaskan di atas. Ia mengaku geram. Seharusnya, penjualan tiket dikelola langsung oleh pihak ASDP atau pihak yang legal.
“Loket-loket penjualan tiket itu juga mengganggu. Sepanjang jalan di dekat pintu masuk ini kita di-stop. Kan nggak bagus juga. Ini juga nanti bisa memicu terjadinya kemacetan,” terangnya.
ASPD Pelabuhan Kayangan Sebut Agen Tiket Ilegal
Menanggapi fenomena tersebut, GM ASDP Pelabuhan Kayangan Heru Wahyono angkat bicara. Heru menjelaskan, loket atau gerai penjualan tiket yang ada tersebut bukan berada di bawah kendali ASDP.
“Saya sampaikan bahwa gerai-gerai yang ada di luar pelabuhan itu bukan agen kami, tidak ada kerjasama dengan kami. Artinya tidak ada ikatan dengan kami. Mereka berjualan dengan sendiri-sendiri, tidak ada izin. Intinya mereka karena bisa akses Ferizy,” kata Heru kepada PolitikaNTB pada Minggu (4/5/2025).
Heru menjelaskan, pihaknya memang sudah tidak lagi menerima pembelian tiket secara non-tunai. Saat ini, yang tersedia hanya penjualan tiket via online.
“Harapan kami pengguna jasa beli mandiri via online. Karena sudah setahun ini kami tidak lagi menerapkan kan pembayaran cashless atau non tunai. Seperti kartu debit, kartu kredit, maupun e-money (dompet digital),” papar Heru.
“Kita sudah beralih ke digitalisasi. Di semua cabang tidak ada penjualan melalui cashless. Kecuali kondisi server down. Tapi kalau normal tetap tiket online,” imbuhnya.
Perihal adanya mark up harga, Heru enggan berkomentar banyak. Heru tak membantah bahwa fenomena tersebut merupakan praktik percaloan. Pihak ASDP tidak melegalkan praktik-praktik tersebut.
“Ya sekali lagi, harapan saya pengguna jasa beli mandiri. Kita juga tidak melegalkan hal seperti itu. Tidak ada izin dari kami,” bebernya.
“Kita sudah mengedukasi. Mereka bukan agen ya. Tapi penekanan saya yang tadi itu, beli mandiri. Karena kan kita tidak bisa kontrol mereka. Ya mereka punya warung, punya akses ke Ferizy, ya mereka jual, melayani. Ini sebetulnya tidak kami harapkan,” imbuh Heru.
Lebih jauh, Heru merespons informasi adanya ‘permainan’ antara pemilik loket / agen penjual tiket dengan ‘orang dalam’ di pelabuhan. Disebutkan, ada ‘kongkalikong’ atau pembagian selisih harga antara agen dengan pihak pelabuhan.
“Ini informasi yang menarik. Pastinya akan kami cek, kalau orang dalam terlibat akan kita tindak. Kita tidak ada toleransi terhadap hal-hal kayak gitu,” jelasnya.
Informasi yang dihimpun PolitikaNTB, praktik pejualan tiket dengan skema semacam ini memang marak terjadi belakangan ini. Hal itu tercermin dari kian banyaknya agen-agen tiket yang mendirikan gerai di sepanjang Jalan Kayangan Port.
“Agen yang di luar itu, cetak tiket, untuk ke dalam mencetak tiket tidak berseri. Gila-gilaan, asal-asalan saja. Kan mereka sudah ada komunikasi dengan orang di luar itu dengan di dalam,” kata sumber PolitikaNTB yang enggan disebutkan namanya itu.
Ia menerangkan, praktik agen tiket tersebut bisa menjamur lantaran memang telah ada komunikasi dengan orang dalam pelabuhan. Termasuk skema bagi keuntungan dari selisih penjualan tiket.
“Selain itu, loket-loket penjualan tiket itu juga tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Mereka mesti punya koneksi dengan orang dalam pelabuhan. Bisa berasal dari keluarga kerabat, kolega pengelola pelabuhan,” jelasnya.
Ia meminta, fenomena tersebut agar diungkap ke publik. “Tolong bersuaralah untuk rakyat NTB. Terus soal sistem tidak benar. Yang jual tiket itu kerjasama dengan orang dalam. Itu bisa dibuktikan. Mainnya di barcode, saya bisa jelaskan,” jelasnya.