Projo NTB Sebut Masih Ada Barisan ‘Patah Hati’ Pilpres 2024 Di Balik Desakan Mundur Budi Arie
Mataram – Sejumlah pihak mendesak Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi untuk mundur dari jabatannya. Hal tersebut imbas dari serangan siber yang menyasar Pusat Data Nasional Sementara (PDSN).
Ketua Relawan Pro-Jokowi (Projo) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Imam Sofian mengaku pihaknya pasang badan kepada Budi Arie yang juga Ketua Umum Projo itu. Imam menduga ada motif lain di balik dihembuskannya desakan kepada Budi Arie untuk mundur.
Imam Sofian: Kominfo Sedang Perangi Judi Online
Sebab saat ini, kata Imam, Menkominfo Budi Arie tengah sangat getol memberantas judi online. Imam meyakini, ada pihak-pihak yang merasa terusik lantaran sikap tegas melawan judi online yang ditunjukkan Budi Arie.
“Serangan siber ini kan momennya bersamaan dengan operasi memberantas judi online yang saat ini tengah fokus dilakukan Kemenkominfo di bawah kendali Budi Arie,” kata Imam saat dihubungi pada Minggu (30/6/2024).
“Sepertinya ada pihak yang merasa kepentinganya diganggu makanya muncul serangan siber kemudian desakan mundur,” lanjutnya.
Projo NTB Pasang Badan
Projo NTB, kata Imam akan pasang badan membela Budi Arie. Pihaknya juga mendorong agar Budi Arie makin gencar memberantas judi online.
Selain itu, Imam meyakini, Budi Arie punya mental kesatria. Ia tak akan surut dengan ‘goyangan-goyangan’ seperti ini.
“Saya kenal betul sama beliau (Budi Aried). Ini hal-hal yang masih dalam batas kendali. Dan saya tahu, Budi Arie enggak akan mungkin meninggalkan medan perang ini. Malah sebaliknya, hati-hati,” bebernya.
Selain itu, Imam juga berpandangan bahwa isu serangan siber ini juga digunakan oleh pihak-pihak yang belum menerima kekalahan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Sebab menurutnya, dalam perhelatan Pilpres 2024, Budi Arie selaku Ketua Projo punya peran vital menggalang dukungan untuk Prabowo-Gibran.
“Pasti (ada hubungan dengan pilpres), masih ada barisan sakit hati, mereka juga ikut memainkan isu ini. Publik sudah cerdas, sudah bisa membaca lebih dalam terkait apa yang terjadi,” terangnya.
Butuh Support Anggaran dan Kualitas SDM
Lebih jauh, Imam memang tak menampik, ketahanan siber Indonesia memang harus terus diperbaiki dari waktu ke waktu, meski adaptif terhadap perkembangan zaman.
“Salah satu yang perlu ya support anggaran, ini bisa meningkatkan kualitas sumber daya,” terangnya.
Imam mengajak seluruh pihak untuk mulai peduli kepada keamanan siber. Menjaga keamanan siber menurutnya adalah tugas kolektif.
Muncul Petisi Desak Budi Arie Mundur
Dilansir dari detikNews, belakangan muncul petisi online desakan Budi Arie Setiadi mundur dari jabatan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) seiring PDNS 2 terkena ransomware dan penanganannya yang sampai berhari-hari.
Sampai saat ini, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Cyber Crime Polri, hingga pihak terkait lainnya terus menangani serangan siber ransomware terbaru bernama Brain Cipher.
Sebab, data-data instansi pemerintah, baik yang ada di pusat maupun daerah, terenkripsi oleh hacker hingga berdampak pada 282 tenant PDNS 2. Adapun layanan publik paling terdampak adalah keimigrasian.
Persoalan ini menjadi sorotan publik hingga muncul petisi online ‘Kartu Merahkan Budi Arie’ di Change.org yang berisikan desakan agar Budi mundur dari jabatan sebagai Menkominfo.
Petisi tersebut diinisiasi oleh SAFEnet yang terpantau pada Jumat pagi (28/6/2024) sudah ada 5.850 dari target 7.500 tandatangan dan diperkirakan masih akan bertambah.
Serangan Siber Bukan Pertama Kali Terjadi
Padahal, serangan ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, serangan siber dan kebocoran data pribadi juga terjadi pada sejumlah lembaga pemerintah, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan lainnya.
Data pribadi pemilih yang ditawarkan melalui forum jual beli data itu mencakup nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor induk kependudukan (NIK), dan alamat lengkap,” ungkap SAFEnet dalam penjelasan petisi online tersebut.
Menurut pemantauan SAFEnet, selama dua tahun terakhir terjadi kebocoran data pribadi setidaknya 113 kali, yaitu 36 kali pada 2022 dan 77 kali pada 2023.
Jumlah itu jauh lebih sedikit dibandingkan temuan lembaga keamanan siber Surfshak yang menemukan lebih dari 143 juta akun di Indonesia menjadi korban kebocoran data hanya sepanjang tahun 2023.
Indonesia Peringkat ke 13 Kebocoran Data
Jumlah tersebut membuat Indonesia berada di urutan ke-13 secara global sebagai negara yang paling banyak mengalami kebocoran data.
Sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan data dan informasi, termasuk keamanannya, sudah seharusnya Kominfo juga bertanggung jawab terhadap serangan ransomware pada PDNS saat ini.(*)